KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
Tujuan
|
:
|
1.
Menentukan kelarutan kristal H2C2O4.2H2O
pada berbagai suhu
2.
Menentukan kalor pelarutan diferensial (
|
I.
DASAR TEORI
Larutan adalah campuran
homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Larutan jenuh
didefinisikan sebagai larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang
diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara zat terlarut yang larut dan yang
tidak larut (Keenan,1992). Pembentukan larutan jenuh dapat dipercepat dengan
pengadukan dan penambahan zat terlarut yang berlebih. Banyaknya zat terlarut
yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu
larutan jenuh disebut kelarutan zat terlarut, dimana biasanya dinyatakan dalam
gram zat terlarut per 100 gram pelarut pada temperatur tertentu. Zat padat
dapat dimurnikan dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan pada temperatur yang
berlainan. Untuk kebanyakan zat, bila larutan jenuh panas didinginkan, maka kelebihan
zat padat akan mengkristal. Proses ini dapat dipermudah dengan membibit larutan
itu dengan beberapa kristal halus zat padat murni. Proses ini dikenal dengan
pengkristalan ulang atau rekristalisasi. Metode ini sering digunakan sebagai
cara efektif untuk membuang pengotor dalam jumlah kecil dari dalam zat padat,
karena pengotor itu cenderung tertinggal dalam larutan (Keenan,1992).
Adapun
faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat yaitu:
1. Temperatur atau Suhu
Umumnya kelarutan akan naik dengan kenaikan suhu,
meskipun beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi yang
sebaliknya. Dalam beberapa hal perubahan kelarutan dengan berubahnya suhu dapat
menjadi dasar pemisahan.
2. Pelarut
Kebanyakan garam anorganik lebih larut dalam air murni
daripada pelarut organik.
3. Ion Sekutu atau sejenis
Adanya ion sekutu akan mempengaruhi kelarutan. Ion
sekutu ialah ion yang juga merupakan salah satu bahan endapan. Pada umumnya
dapat dikatakan bahwa kelarutan suatu endapan akan berkurang banyak sekali jika
salah satu ion sekutu terdapat dalam jumlah berlebihan, meskipun efek ini
diimbangi dengan pembentukan suatu kompleks yang dapat larut.
4. Ion Asing
Dengan adanya ion asing maka kelarutan akan bertambah,
tetapi pada umumnya penambahan ini sedikit, kecuali bila terjadi reaksi kimia
(seperti pembentukan kompleks) antara endapan dengan ion asing, biasanya
kenaikan larutan lebih mencolok.
5. pH
Kelarutan garam dari asam lemah bergantung pada pH
larutan.
6. Kompleks
Banyak endapan membentuk kompleks yang larut dengan
ion dari pereaksi pengendap sendiri, dalam hal ini kelarutan mula-mula turun
karena pengaruh ion sejenis melewati minimum dan kemudian naik karena
pembentukan kompleks menjadi nyata.
7. Konsentrasi
Bila konsentrasi lebih kecil dari kelarutan, zat padat
akan terlarut dan sebaliknya bila konsentrasi melebihi dari kelarutan, maka
akan terjadi pengendapan.
Panas
pencampuran didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila dua atau
lebih zat murni dicampur membentuk suatu larutan pada temperatur konstan dan
tekanan 1 atm. Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan 1 mol zat
dilarutkan dalam n mol solvent pada temperatur dan tekanan yang sama, hal ini
disebabkan adanya ikatan kimia baru dari atom-atom. Demikian juga pada
peristiwa pelarutan, kadang-kadang terjadi perubahan energi, hal ini disebabkan
adanya perbedaan gaya tarik-menarik antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih
kecil daripada gaya tarik pada ikatan kimia, sehingga panas pelarutan biasanya
jauh lebih kecil daripada panas reaksi. Panas pelarutan differensial adalah
panas yang menyertai pada penambahan satu mol solute ke dalam sejumlah larutan
dengan konsentrasi tertentu, sehingga penambahan solute tersebut tidak
mempengaruhi larutan (Rohman,dkk., 2004).
Jika kelarutan suhu suatu sistem kimia dalam keseimbangan
dengan padatan, cairan atau gas yang lain pada suhu tertentu, maka larutan
disebut jenuh. Larutan jenuh adalah larutan yang kandungan solutenya sudah
mencapai maksimal sehingga penambahan solute lebih lanjut tidak dapat larut (Chang, 2004). Konsentrasi solute dalam
larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solute padat, maka larutan jenuhnya
terjadi keseimbangan, dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya dan masuk
ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekul-molekul ion dari fase cair
yang mengkristal menjadi fase padat. Dalam larutan jenuh terjadi keseimbangan
antara molekul-molekul zat yang larut dan tidak larut. Keseimbangan tersebut
dapat dituliskan sebagai berikut (Retug,dkk., 2004).
A (s) merupakan molekul zat tidak larut, dan A (l) adalah molekul zat yang
terlarut. Tetapan keseimbangan proses pelarutan tersebut adalah sebagai berikut
(Retug.,dkk, 2004).
Dimana:
az = keaktifan zat yang terlarut
az* = keaktifan zat yang tidak larut (bernilai l
untuk zat padat dalam keadaan atandar)
γ = koefisien keaktifan zat yang terlarut
m = kemolalan zat yang terlarut (karena larutan jenuh sering disebut
kelarutan)
Hubungan tetapan keseimbangan suatu proses dengan suhu
diberikan oleh isobar reaksi Van’t Hoff sebagai berikut (Retug,dkk., 2004).
∆H0 = perubahan entalpi proses
R = tetapan gas ideal
Persamaan (1) dan (2) memberikan:
∆HDS = kalor pelarutan diferensial pada konsentrasi jenuh
Selanjutnya persamaan (3) dapat diuraikan menjadi:
Dengan demikian, ∆HDS dapat ditentukan dari arah
garis singgung (slope) pada kurva log
m terhadap 1/T. Apabila ∆HDS tidak tergantung pada suhu, maka grafik
log m terhadap 1/T akan linear dan integrasi persamaan (5) antara suhu T1 dan T2 memberikan (Retug.,dkk,
2004):
Pada reaksi endoterm ΔH (+) maka (-∆H)/2,303RT berharga (-)
sehingga =10(∆H/2,303RT). Dengan demikian jika suhu dinaikkan,
pangkat dari 10 menjadi kecil sehingga S menjadi semakin besar. Dan pada reaksi
eksoterm ΔH (-) maka ∆H/2,303RT berharga (+). Juga apabila suhu diperbesar maka
S semakin besar dan sebaliknya. Semakin besar luas permukaan, partikel akan
mudah larut. Dengan pengadukan, tumbukan antara molekul-molekul solvent makin
cepat sehingga semakin cepat larut (kelarutannya besar). Jika tekanan
diperbesar atau volume diperkecil, gerakan partikel semakin cepat. Hal ini
berpengaruh besar terhadap fase gas sedang pada zat cair hal ini tidak
berpengaruh.
Pada percobaan ini, membahas kelarutan sebagai fungsi suhu,
dimana zat yang digunakan adalah asam oksalat (H2C2O4.2H2O)
dan sebagai larutan penitrasinya adalah larutan NaOH 0,2 N. Kelarutan di sini
sangat dipengaruhi oleh suhu. Apabila suhunya dinaikkan, maka kelarutannya akan
besar. Sedangkan jika suhunya diturunkan, maka kelarutannya kecil. Pada suhu
40°C, larutan asam oksalat diambil 10 ml kemudian dititrasi, selanjutnya dengan
cara yang sama dilakukan pada suhu 30°C, 20°C, dan 10°C.
II.
ALAT DAN BAHAN
2.1.
Alat
Tabel 1. Nama dan Jumlah
Alat yang Digunakan dalam Praktikum
Nama Alat
|
Jumlah
|
Gelas kimia 500 mL
|
2 buah
|
Batang pengaduk
|
1 buah
|
Termometer 100°C
|
1 buah
|
Gelas ukur 5 mL
|
1 buah
|
Gelas kimia 100 mL
|
3 buah
|
Labu Erlenmeyer 250 mL
|
1 buah
|
Labu Erlenmeyer 100 mL
|
1 buah
|
Labu Erlenmeyer 50 mL
|
1 buah
|
Labu ukur 100 mL
|
1 buah
|
Kaca arloji
|
1 buah
|
Spatula
|
1 buah
|
Pemanas listrik
|
1 buah
|
Penjepit tabung reaksi
|
2 buah
|
Statif
+ klem
|
2 set
|
2.2.
Bahan
Tabel 2. Nama dan Jumlah
Bahan yang Digunakan dalam Praktikum
Nama Bahan
|
Keterangan
|
H2C2O4.2H2O
|
Kristal putih secukupnya
|
Larutan NaOH
|
0,5 N
|
Aquades
|
1000 mL
|
Es
|
1 bungkus
|
Indikator metil merah
|
5 mL
|
III.
PROSEDUR KERJA DAN HASIL PENGAMATAN
Tabel
3. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan Kelarutan sebagai Fungsi
Suhu
No.
|
Langkah
Kerja
|
Hasil
Pengamatan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1
|
Tabung A dilengkapi
dengan batang pengaduk lingkar (C) dan termometer (D), seperti gambar di
bawah.
|
·
Termometer yang digunakan adalah termometer 1000C.
·
Rangkaian alat:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2
|
· Air dimasukkan kira-kira sepertiga dari sisi tabung A (50
mL) dan dipanaskan sampai suhu kira-kira 60°C.
· Kristal H2C2O4.2H2O
dilarutkan ke dalam tabung tersebut hingga larutan menjadi jenuh yang
ditandai sampai zat tersebut tidak larut lagi.
|
·
Sebanyak 60 mL aquades dipanaskan sampai suhu 600C.
·
Kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O)
berwarna putih.
·
Setelah suhu aquades mencapai 600C, kristal asam oksalat dilarutkan dalam aquades hingga larutan
menjadi jenuh yang ditandai dengan zat yang dimasukkan tidak larut lagi.
·
Kristal
mula-mula larut membentuk larutan bening tidak berwarna.
·
Setelah
ditambahkan lebih banyak kristal asam oksalat, larutan menjadi keruh tidak
berwarna dan lama kelamaan kristal asam oksalat tidak melarut lagi (larutan
jenuh).
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3
|
Tabung yang berisi
larutan jenuh H2C2O4.2H2O (tabung
A) dipindahkan ke dalam tabung selubung (B) yang ukurannya lebih besar.
Kemudian tabung B dimasukkan ke dalam beaker gelas yang berisi air pada suhu
kamar.
|
· Larutan jenuh disaring menggunakan kertas saring, sehingga
diperoleh filtrat berupa larutan bening tak berwarna dan residu berupa
kristal bening yang merupakan kristal asam oksalat.
· Filtrat dimasukkan ke dalam tabung A, kemudian tabung A
dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL yang sudah ada dalam gelas kimia 500
mL (seperti rangkaian alat di atas).
· Suhu larutan jenuh saat dimasukkan ke dalam tabung A adalah
sebesar 430C.
· Setelah larutan ada dalam rangkaian alat, lama kelamaan
suhu larutan mulai turun sedikit demi sedikit.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4
|
Larutan dalam tabung A diaduk terus-menerus. Jika suhu mencapai 40°C, sebanyak 10 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL. Selanjutnya larutan yang diambil diencerkan dengan aquades
hingga tanda batas.
|
·
Setelah suhu
larutan turun mencapai 400C, larutan diambil sebanyak 10 mL.
·
Larutan yang diambil kemudian diencerkan dengan menambahkan
aquades sampai tanda batas labu ukur 100 mL.
·
Larutan yang terbentuk berupa larutan bening tidak
berwarna.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5.
|
Pengambilan yang sama
dilakukan pada suhu 30°C, 20°C, dan 10°C. Untuk mencapai
suhu 20°C dan 10°C dilakukan dengan
cara memasukkan es pada gelas beaker yang berisi air.
|
·
Suhu larutan dalam tabung A kembali diturunkan sampai
mencapai 300C, 200C, dan 100C.
·
Suhu larutan diturunkan dengan menambahkan air dan sedikit
demi sedikit es ke dalam gelas kimia 500 mL.
·
Setiap penurunan suhu sampai 300C, 200C,
dan 100C diperlakukan sama seperti pada larutan suhu 400C
(diambil 10 mL, diencerkan, dan selanjutnya dititrasi).
·
Pengenceran larutan suhu 300C, 200C,
dan 100C berupa larutan bening tidak berwarna.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6.
|
Keempat larutan
tersebut dititrasi dengan larutan NaOH dan metil merah sebagai indikatornya.
|
·
Larutan pada suhu 400C, 300C, 200C,
dan 100C yang sudah diencerkan diambil sebanyak 2 mL (sebanyak 3x)
untuk dititrasi.
·
Sebelum dititrasi, ke dalam 2 mL larutan tersebut
ditambahkan 1 tetes indikator MM (metil merah berupa larutan berwarna merah)
dan larutan menjadi berwarna merah muda.
·
Larutan dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,5 N (titran) yang telah dibuat.
·
Titrasi dilakukan sampai larutan berubah warna menjadi
kuning.
·
Setelah terbentuk larutan kuning, titrasi dihentikan dan
diperoleh volume NaOH yang dihabiskan untuk titrasi disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel
4. Volume NaOH yang Diperlukan
untuk Titrasi
|
IV. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini dilakukan penentuan
kelarutan asam oksalat pada berbagai suhu dan
penghitungan panas kelarutan diferensialnya dengan variabel suhu yang berbeda-beda.
Langkah awal
yang dilakukan adalah pelarutan kristal H2C2O4.2H2O
dalam
50 mL aquades yang telah dipanaskan hingga suhunya 60oC. Pelarutan
ini dilakukan hingga terbentuk larutan jenuh dari asam oksalat yang ditandai
dengan tidak melarutnya kristal H2C2O4.2H2O
dalam
aquades. Larutan tersebut selanjutnya
didinginkan hingga suhunya turun menjadi 40oC kemudian diambil
sebanyak 10 mL dan diencerkan sebanyak 10 kali. Pengambilan dan pengenceran
larutan dilakukan pada masing-masing suhu yang telah ditentukan, yakni pada
suhu 30oC, 20oC, dan 10oC. Keempat larutan
pada suhu yang berbeda tersebut selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH dengan menggunakan indikator metil merah.
Titrasi larutan pada suhu yang berbeda-beda tersebut dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana
pengaruh suhu pada penentuan kelarutan dan panas pelarutan diferensial dari
larutan asam oksalat jenuh tersebut. Pada proses titrasi
yang dilakukan, dapat diamati perubahan warna yang terjadi ketika tercapai
titik akhir titrasi. Larutan yang awalnya bening tak berwarna berubah menjadi
merah setelah ditambahkan dengan indikator metil merah dan setelah dititrasi
dengan larutan NaOH, larutan menjadi berwarna kuning. Hal tersebut menunjukkan
telah tercapainya titik akhir titrasi.
Dari proses titrasi yang dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap suhu,
diperoleh data seperti pada tabel pengamatan.
1. Pada Suhu 40oC
a.
Rata-Rata Volume NaOH yang Digunakan untuk Titrasi
b.
Normalitas Larutan Jenuh H2C2O4
c.
Konsentrasi Awal Larutan H2C2O4
d.
Molaritas Larutan H2C2O
n dari
H2C2O4= 2, maka:
e.
Kelarutan Kristal H2C2O4.2H2O
Maka kelarutan dalam gr/L adalah:
Jadi, kelarutan kristal H2C2O4.2H2O
pada suhu 40oC adalah 206,64 gram/L.
Jika kelarutan
kristal H2C2O4.2H2O pada suhu 40oC
diubah dalam bentuk molalitas, maka dapat dihitung dengan cara berikut.
ρ air = 1 gr/mL.
Perubahan volume akibat penambahan kristal diabaikan saat pengambilan larutan dengan
volume 10 mL maka dianggap volume pelarut sebanyak 10 mL. Maka untuk menghitung
molalitas maka dibutuhkan volume pelarut, yang dicari dengan cara berikut.
Maka konsentrasi
larutan dalam molal adalah:
2. Pada Suhu 30oC
a.
Rata-Rata Volume NaOH yang Digunakan untuk Titrasi
b.
Normalitas Larutan Jenuh H2C2O4
c.
Konsentrasi Awal Larutan H2C2O4
d.
Molaritas Larutan H2C2O4
n dari
H2C2O4= 2, maka
e.
Kelarutan Kristal H2C2O4.2H2O
Maka kelarutan dalam gr/L adalah:
Jadi, kelarutan H2C2O4.2H2O
pada suhu 30oC adalah 195,7 gram/L. Jadi
kelarutan H2C2O4.2H2O pada suhu 40oC
adalah 252 gram/L.
Jika kelarutan
kristal H2C2O4.2H2O pada suhu 40oC
diubah dalam bentuk molalitas, maka dapat dihitung dengan cara berikut.
ρ air = 1 gr/mL.
Perubahan volume akibat penambahan kristal diabaikan saat pengambilan larutan dengan
volume 10 mL maka dianggap volume pelarut sebanyak 10 mL. Maka untuk menghitung
molalitas maka dibutuhkan volume pelarut, yang dicari dengan cara berikut.
Maka konsentrasi
larutan dalam molal adalah:
3. Pada Suhu 20oC
a.
Rata-Rata Volume NaOH yang Digunakan untuk Titrasi
b.
Normalitas Larutan Jenuh H2C2O4
c.
Konsentrasi Awal Larutan H2C2O4
d.
Molaritas Larutan H2C2O4
n dari
H2C2O4= 2, maka:
e.
Kelarutan Kristal H2C2O4.2H2O
Maka kelarutan dalam gr/L adalah
Jadi, kelarutan H2C2O4.2H2O
pada suhu 20oC adalah 154,287 gram/L. Jadi
kelarutan H2C2O4.2H2O pada suhu 40oC
adalah 252 gram/L.
Jika kelarutan
kristal H2C2O4.2H2O pada suhu 40oC
diubah dalam bentuk molalitas, maka dapat dihitung dengan cara berikut.
ρ air = 1 gr/mL.
Perubahan volume akibat penambahan kristal diabaikan saat pengambilan larutan dengan
volume 10 mL maka dianggap volume pelarut sebanyak 10 mL. Maka untuk menghitung
molalitas maka dibutuhkan volume pelarut, yang dicari dengan cara berikut.
Maka konsentrasi
larutan dalam molal adalah:
4. Pada Suhu 10oC
a.
Rata-Rata Volume NaOH yang Digunakan untuk Titrasi
b.
Normalitas Larutan Jenuh H2C2O4
c.
Konsentrasi Awal Larutan H2C2O4
d.
Molaritas Larutan H2C2O4
n dari
H2C2O4= 2, maka
e.
Kelarutan Kristal H2C2O4.2H2O
Maka kelarutan dalam gr/L adalah:
Jadi, kelarutan H2C2O4.2H2O
pada suhu 10oC adalah 84,3 gram/L. Jadi
kelarutan H2C2O4.2H2O pada suhu 40oC
adalah 252 gram/L.
Jika kelarutan
kristal H2C2O4.2H2O pada suhu 40oC
diubah dalam bentuk molalitas, maka dapat dihitung dengan cara berikut.
ρ air = 1 gr/mL.
Perubahan volume akibat penambahan kristal diabaikan saat pengambilan larutan dengan
volume 10 mL maka dianggap volume pelarut sebanyak 10 mL. Maka untuk menghitung
molalitas maka dibutuhkan volume pelarut, yang dicari dengan cara berikut.
Maka konsentrasi
larutan dalam molal adalah:
Untuk
menentukan kalor pelarutan diferensial kristal H2C2O4.2H2O
yaitu dengan membuat grafik hubungan log m dan 1/T. Adapun datanya adalah
sebagai berikut.
Tabel
5.
No.
|
Suhu
(K)
|
m
|
log
m
|
1/T
|
313
|
1,64
|
0,215
|
||
2.
|
303
|
1,553
|
0,191
|
3,3 ´ 10-3
|
3.
|
293
|
1,225
|
0,088
|
3,413 ´ 10-3
|
4.
|
283
|
0,669
|
-0,1755
|
3,534 ´ 10-3
|
Dari data di
atas dapat dibuat grafik yang mengalurkan hubungan antara 1/T dengan log m,
adapun grafiknya adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Grafik Hubungan
antara 1/T dengan log m
Berdasarkan
grafik di atas, setelah dialurkan menjadi grafik log
m vs 1/T, maka dihasilkan persamaan
regresi, yakni y = -1141.x + 3,916. Di sisi lain, dari perumusan secara teoritis,
dimana
, dimana y = d log m, gradien =
, dan x =
, sehingga
dapat dihitung
sebagai berikut.
V.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1.
Kelarutan kristal asam
oksalat (H2C2O4.2H2O) pada suhu 400C, 30oC, 20oC, dan 10oC
adalah sebesar 206,64 gram/L, 197,5 gram/L, 154,287 gram/L, dan 84,3 gram/L. Hal ini menunjukkan bahwa kelarutan kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O)
sebanding dengan kenaikan suhu, dimana apabila suhu tinggi maka kelarutan asam
oksalat (H2C2O4.2H2O) semakin tinggi, dan sebaliknya.
2.
Kalor pelarutan
diferensial(
) kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O)
dapat ditentukan dari persamaan garis kurva hubungan antara 1/T dengan log m (y = -1141x + 3,916) yaitu sebesar 215,473 J/mol.
No comments:
Post a Comment