Peran
Kearifan Lokal Dalam Pelestarian Lingkungan Sebagai Upaya Mengurangi Efek
Pemanasan Global
Issue Global Warming sangat terkait dengan keberlangsungan kelestarian lingkungan hidup. Perubahan yang dapat ditimbulkan dari efek pemanasan global meliputi pencairan gunung es berakibat meningkatnya debit air dunia hingga perubahan iklim. Teknologi yang tidak ramah lingkungan dan modernisasi memberikan kontribusi besar dalam kerusakan lingkungan serta menimbulkan global warming. Konstruksi masyarakat sekarang ini menyebabkan masyarakat sulit lepas dari teknologi. Selain itu aktivitas manusia yang semakin kompleks memaksa manusia harus menggunakan teknologi komunikasi dan transportasi. Teknologi transportasi ini yang nantinya akan menyokong pula terciptanya polusi udara. Selain itu juga tingkat pendidikan dan pengetahuan manusia masih dapat dikatakan belum baik, terutama kesadaran terhadap penyebab dan dampak dari kerusakan lingkungan. Pemanfaatan teknologi yang sangat tinggi ini tidak diiringi dengan bekal pengetahuan, informasi maupun pendidikan masyarakat. Tak pelak bahwa kesadaran masyarakat dalam pemanfaatannya kurang melihat aspek wawasan lingkungan.
Lingkungan tidak dapat dilepaskan dari masyarakat.
Masyarakat adalah organisasi kelompok manusia yang memiliki kebudayaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Budaya dan kesadaran measyarakat dalam
melestarikan lingkungan harus ditumbuhkan dalam setiap individu. Bukan hanya
budaya sebagai fungsi guna mempertahankan diri, tetapi juga memperhatikan kembali
bagaimana mampu menjaga kelestarian lingkungan yang baik. Kearifan lokal masih
menjadi salah satu potensi masyarakat Indonesia yang dapat dikembangkan
kembali, disini dalam konteks pelestarian lingkungan sebagai upaya memperbaiki
lingkungan. Kearifan lokal ini seringkali terlupakan oleh seluruh institusi
formal yang berupaya mentransformasikan pemahaman akan lingkungan kepada
masyarakat. Padahal pada masyarakat sendiri mempunyai skema dalam memperoleh
pemahaman atas sesuatu, termasuk pelestarian terhadap alam.
Eksploitasi sumber daya alam tidak melihat keberlanjutan
dari alam atau lingkungan itu sendiri. Demi mencapai keuntungan yang maksimal,
pengeksploitasi tidak mau tahu apa yang akan terjadi dengan lingkungan dan
dampak yang mungkin dapat ditimbulkan. Kehidupan yang semakin modern memberikan
kontribusi besar bagi terjadinya global warming. Permukaan Bumi, akan menyerap
sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai
radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas
tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca
antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap
gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi
gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di
permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu
rata-rata tahunan bumi terus meningkat (http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_
global).
Cara paling sederhana dan paling mudah untuk mengurangi
karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon
lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap
karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan
menyimpan karbon dalam kayunya. Nampak jelas bahwa pelestarian lingkungan
menjadi cara yang paling dekat dengan manusia. Dengan demikian tidak ada alasan
lagi tindakan pesestarian lingkungan tidak dilakukan. Walaupun harus dimulai
dari lingkup yang kecil, namun itu sebuah tindakan nyata. Gerakan untuk
penanaman kembali pohon-pohon dan memperbaiki lingkungan yang mulai rusak atau
tercemar harus menjadi prioritas.
Setiap masyarakat memiliki karakteristik yang belum tentu
sama dengan masyarakat lainnya. Kebudayaan masyarakat terbentuk melalui proses
yang sangat panjang. Proses tersebut tidak terlepas dari masyarakatnya,
terutama faktor lingkungan tempat hidup memberi pengaruh dominan. Banyak
pengetahuan lokal yang seharusnya sangat efektif dalam memberi penjelasan
kepada masyarakat terhadap kehidupan dan lingkungan. Pesan yang dibawa oleh
mitos ataupun aktivitas budaya masyarakat setempat memang tidak semuanya
memiliki rasional yang relevan. Namun, ketika budaya tersebut terkait dengan
lingkungan alam, yang dapat ditemukan bahwa pesan atas penghargaan alam secara
tersirat sebenarnya telah disampaikan kepada masyarakat.
Dalam masyarakat telah terendap kebudayaan (acuan anggota
masyarakat dalam bersikap dan bertingkah laku), struktur sosial (bentuk interaksi
antaranggota masyarakt), dan kepribadian (karakteristik individu dalam memberi
respon kepada individu lain). Kelestarian nilai-nilai kultural antara lain
dapat diidentifikasi dari keberadaan upacara keagamaan, upacara adat dan
upacara ‘siklus kehidupan’ yang terkaitan dengan kelahiran, perkawinan dan
kematian (Usman, 2004:259-260).
Aktivitas budaya yang dilakukan oleh masyarakat memiliki
tempat tersendiri dan kemudian memberi pemahaman secara tepat kepada
masyarakat. Banyak pengalaman bahwa melalui kearifan lokal atau kearifan
kultural pesan terhadap kelestarian alam dapat tersampaikan kepada masyarakat
secara langsung maupun tidak. Berbicara lingkup, memang kearifan lokal bukan
berada pada area wilayah yang luas, namun setiap masyarakat mempunyai kearifan
kultural sendiri-sendiri. Kearifan kultural ini dapat dikembangkan oleh
masyarakat tersebut untuk menyampaikan pesan efektif kepada masyarakat.
Masyarakat lebih disatukan oleh aspek kulturalnya yaitu bagaimana masyarakat
tersebut menyikapi kahidupannya. Maka melalui pendekatan budaya pula,
seharusnya sosialisasi kepada masyarakat disampaikan. Kearifan kultural bukan
hanya terdapat pada wilayah tertentu saja, melainkan kearifan kultural ini
hanya memiliki jenis yang berbeda pada setiap wilayah. Sehingga pengembangan
kearifan kultural sesuai karakteristik lokal guna upaya pelestarian lingkungan
demi mancapai kehidupan lebih baik, serta mampu mengurangi dampak global
warming dapat dilakukan.
Disisi lain, sekarang ini mulai ditinggalkannya aktivitas
budaya masyarakat. Hal ini dikarenakan dianggapnya aktivitas budaya tersebut
tidak lagi relevan dengan masa sekarang ini. Mitos yang berkembang pun mulai
dilupakan tanpa mengerti makna yang terkandung dalam kegiatan tersebut. Gaya
hidup modern memberi kontribusi dalam mengubah pola pikir masyarakat yang
mayoritas berorientasi ekonomis dalam pemenuhan kebutuhan. Kemudian mulai
teralienasinya aktivitas budaya masyarakat dan pada suatu waktu nanti akan
menghilang. Komersialisasi pemanfaatan hutan yang menimbulkan konflik dengan
tanah hak ulayat merupakan salah satu penyebab memudarnya kearifan yang
dimiliki. Seharusnya memiliki perencanaan yang baik tanpa menimbulkan kerugian
pada salah satu pihak. Kemudian ruang budaya dalam menjaga maupun pengembangan
kearifan yang ada juga merupakan salah satu yang harus diperhatikan.
Pemerintah sebagai pihak yang paling berwewenang dalam
mengatur segala kehidupan masyarakat, memang bukan suatu pekerjaan mudah. Dalam
upaya mengurangi efek global warming sangat jelas diperlukan seluruh elemen
masyarakat, dimana tidak hanya pemerintah dan masyarakat, tetapi juga sektor
industri. Semua itu membutuhkan komitmen kuat dalam upaya pelestarian
lingkungan. Tidak ada sesuatu yang salah ketika pemerintah mengupayakan
kearifan lokal sebagai sarana sosialisasi terhadap signifikasi pelestarian
lingkungan pada masyarakat. Dengan demikian, pemerintah pun juga melakukan
upaya memelihara kebudayaan bangsa.
Peran kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan merupakan
salah satu upaya tepat dalam pelestarian maupun memperbaiki lingkungan. Melalui
aktivitas budaya, seperti yang dilakukan di Pondok Pesan Trend Ilmu Giri
Imogiri, Bantul, Yogyakarta; Dusun Turgo Sleman Yogyakarta; Bang Idin dengan
konservasi kali Pasanggrahan; dan peraturan adat pemanfaatan hutan Komunitas
Wehea Kutai Timur. Di Pesan Trend Ilmu Giri dan Dusun Turgo Sleman, mempunyai
aktivitas budaya yang hampir sama, yaitu ketika akan ada pernikahan maka yang
bersangkutan harus menanam bibit pohon jati. Letak perbedaan kedua tempat tersebut
adalah jumlah bibit yang ditanam, dimana Pesan Trend Ilmu Giri berjumlah 20
bibit, sedangkan Dusun Turgo hanya 5 bibit. Bang Idin pada awalnya ditentang
oleh banyak pihak, namun dengan niatan “membangun itu jangan menentang alam,
tapi melihat tabiat alam”, maka upayanya berhasil dan memberikan teladan bagi
banyak pihak.
Melalui kearifan lokal yang sesuai dengan masyarakat, dimana
mampu secara langsung maupun tidak langsung menyampaikan pesan atas pelestarian
lingkungan. Maka pembangunan lingkungan yang mampu dimanfaatkan secara
berkelanjutan akan mampu tercapai. Dengan demikian manusia akan dapat
bersahabat dengan lingkungan, serta lingkungan akan memberikan
kebermanfaatannya yang akan mengarah pada pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Pelestarian lingkungan melalui kearifan lokal memang berasal dari lingkup yang
kecil, namun hal itu bukan suatu alasan untuk membatasi perkembangannya. Dari
lingkup yang kecil ini akan memberikan stimulan pada lingkup-lingkup masyarakat
yang lain sehingga masyarakat lain pun diberi sosialisasi nyata.
No comments:
Post a Comment