December 28, 2013

KEBUDAYAAN TARIAN TOPENG SIDEKARYA DI BALI(ARTIKEL BALI)



KEBUDAYAAN TARIAN TOPENG SIDEKARYA DI BALI
Ida Bagus Ngurah Yudhi Dharmawan
Program Studi Pendidikan KIMIA, Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja,
Jalan Udayana Nomor 11 Singaraja, Indonesia
e-mail: Agentyudhi@yahoo.co.id

Abstrak
Tari Topeng merupakan seni pentas tertua yang ada di bali ini. Hampir semua bangsa di belahan dunia  mempunyai  pentas seni penutup wajah dalam berbagai wujud dan watak. sehingga kini  topeng-topeng itu masih menjadi bagian tradisi atau upacara keagamaan.
Ekpresi estetik masyarakat manusia. Dan juga pada masyarakat di bali yang masih lekat tingkat kepercayaan animisme dan dinamisme, topeng bukan hanya dipandang sebagai sekedar penutup wajah namun dianggap memiliki kekuatan magis sehinga ada yang dipentaskan pada upacara besar, Sedangkan keberadaan topeng pada masyarakat modern selain tetap diusung sebagai benda seni juga dikembangkan sebagai bentuk seni pertunjukan tari atau teater juga tarian-tarian kreasi lainnya yang bisa menghibur.
Bali adalah sumber seni yang sangat banyak mempentaskan seni tarian-tarian sacral maupun tari kreasi untuk hiburan yang sering dipentaskan ,dan  kita sudah sering mendengar dan kadang sering melihat bebepa tari-tarian pertunjukan yang ada khusnya tarian topeng sidekarya yang di adakan pada upacara upacara besar seperti ngaben, tawur agung, dan upacara besar yang lain lainya, namun sudahkah kita tahu kenapa kita mementaskan tari topeng sidekarya. sebenarnya saya juga baru sangat memahami makna tari topeng sidekarya ini. Tarian ini tidak bisa di pentaskan pada tempat tari-tarian biasa karna maknanya religious dan juga sacral untuk menyelesaikan suatu upacara –upacara besar hindu perlu dipentaskan tarian Topeng Sidakarya.
KATA KUNCI: Kebudayaan, Tarian Topeng Sidekarya di Bali


Abstract
Mask Dance is the oldest performing arts in Bali this. Almost all the nations in the world has a face cover art performance in many different forms and character. so now the masks were still a part of tradition or religious ceremony.
Aesthetic expression of human society. And also of the people in Bali are still attached level animism and dynamism, the mask is not only seen as a face veil, but was considered to have magical powers so that nothing is staged in a large ceremony, while the presence of the mask in modern society besides still carried as an object of art also developed as an art form of dance or theater performances are also dances other creations that can be entertaining.
Bali is very much an art resource mempentaskan sacral art dances and dance creations are often staged for entertainment, and we've often heard and sometimes often see bebepa dance performances there khusnya sidekarya mask dances are held at major ceremonies like cremation, tawur grand, and another other big ceremony, but have we know why we perform mask dance sidekarya. I actually also just really understand the meaning of this sidekarya mask dance. This dance can not pentaskan dances at places unusual because of religious meaning and is also sacred to complete a major Hindu ceremonies need Sidakarya mask dances performed.


PENDAHULUAN
Sebagai orang bali kita sudah sering mendengar dan kadang sering melihat pertunjukan tarian topeng sidekarya khusunya pada upacara upacara besar seperti ngaben, tawur agung, dan lain lainya, namun sudahkah kita tahu kenapa kita mementaskan tari topeng sidekarya, dan apa manfaatnya bagi kehidupan kita. sebenarnya saya juga baru baru memahami makna tari tupeng sidekarya ini setelah saya berada diluar bali, karena seringnya ada orang yang menanyakan hal hal seperti itu sehingga akhinya saya mencari cari informasi tentang tari tupeng sidekarya ini, sebenarnya banyak juga orang bali yang tidak tahu tentang makna tari topeng sidekarya ini. berikut ini saya dapatkan dari beberapa sumber semoga bagi teman teman yang ingin mengetahui bisa bermanfaat dan dapat memberikan pegetahuan tentang tarian topeng sidekarya. Dan juga kebanyakan masyarakat Bali yang tidak mementaskan Topeng Sidakarya untuk muput yadnya beralasan lain lagi, yakni tak ingin memanggil sekaa topeng. Pengeluaran bertambah dengan mementaskan topeng. Namun, Topeng Sidakarya sendiri sesungguhnya bisa dipentaskan tanpapementasan topeng. Artinya, yang didatangkan hanya seorang penari topeng yang sudah berhak (secara ritual) membawakan topeng Dalem Sidakarya itu.

PEMBAHASAN
·         Sejarah Topeng sidekarya
Kisahnya dimulai terjadi pada pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel, tatkala beliau mengadakan upacara besar di Pura Besakih. Banyak pandita yang diundang untuk muput upacara ini.
Tersebutlah pandita (brahmana) sakti dari Keling, yang tidak diundang dalam upacara itu, tetapi ingin terlibat muput karya. Niatnya ini karena didasarkan pada hubungan kekerabatan antara Keling di Jawa dan Gelgel di Bali karena itu beliau datang. Sayangnya, karena perjalanan yang jauh dan berhari-hari, Pandita Keling sampai di Gelgel dalam keadaan kumal, bajunya compang-camping, mirip seorang pengemis. Dalam pakaian seperti itu, tak ada seorang pun staf kerajaan yang percaya kalau tamu tanpa diundang ini seorang pandita. Maka, Pandita Keling diusir dengan paksa, setelah sebelumnya sempat dihina.
Pandita Keling pergi dengan dendam. Di sebuah tempat yang sepi, dia melakukan perlawanan dengan mengucapkan mantra yang berisi sumpah yadnya yang diselenggarakan oleh Dalem Waturenggong tidak akan membawa berkah/tidak berhasil, malahan menimbulkan bencana. Semua banten menjadi busuk dan tikus-tikus pun mengerubungi banten busuk itu. Tikus semakin banyak sampai merusak tanaman petani. Rakyat menjadi resah.
Raja Waturenggong dalam samadinya tahu siapa yang mengutuk upacara besarnya itu. Dia lantas mengutus Arya Tangkas untuk menjemput pandita yang masih tinggal di tempat sepi (suung) itu. Raja meminta maaf dan mempersilakan Pandita Keling untuk ikut muput upacara bahkan menjadi pamuput paling akhir sehingga karya itu menjadi sida (diberkahi). Prosesi ini bagi masyarakat kebanyakan lantas disebut pamuput Sidakarya.
Dari legenda itu masyarakat Hindu di Bali lantas membuat Topeng Sidakarya. Wujudnya berwajah jelek dengan gigi merangas sebagai simbol dari pandita yang wajahnya mirip gelandangan. Karena itu, penari Topeng Sidakarya biasanya lebih banyak menutup wajah — terutama mulut — dengan kain putih yang dibawanya. Namun, mantra yang diucapkan sangat bertuah karena dilakukan dengan ngider buwana (ke segala arah). Itu sebabnya, tidak semua penari topeng mampu menarikan Dalem Sidakarya.
Kebanyakan masyarakat Bali yang tidak mementaskan Topeng Sidakarya untuk muput yadnya beralasan lain lagi, yakni tak ingin memanggil sekaa topeng. Pengeluaran bertambah dengan mementaskan topeng. Namun, Topeng Sidakarya sendiri sesungguhnya bisa dipentaskan tanpa ”pementasan topeng”. Artinya, yang didatangkan hanya seorang penari topeng yang sudah berhak (secara ritual) membawakan topeng Dalem Sidakarya itu.
Gamelan pengiring tidak menjadi masalah, bisa gong gede, angklung, maupun gender biasa, disesuaikan dengan gamelan yang ada pada penyelenggaraan yadnya. Dalam hal ini penari Topeng Sidakarya disebut ”Topeng Pajegan”, karena dia harus menarikan berbagai peran. Dalem Sidakarya hanya muncul pada saat akhir yakni ketika membuat tirtha. Karena itu sebelumnya ”penari pajegan” ini melakukan improvisasi dan monolog untuk mengantar pada kemunculan Dalem Sidakarya. Penari bisa membanyol, bisa pula memberikan semacam dharma wacana, tergantung siapa penarinya.
Sebagai seni ritual (seni wali) Topeng Sidakarya perlu dikembangkan dan dipopulerkan. Tentu fungsi utamanya ditambah, bukan hanya untuk mentradisikan legenda pamuput akhir dari yadnya, tetapi untuk media dharma wacana. Sekarang ini bukan hanya hama tikus yang meresahkan tetapi juga terjadinya kemerosotan moral pada generasi muda. Nah, siapa tahu Topeng Sidakarya bisa menjadi media perlawanan dalam mengatasi masalah moral ini dan bisa menjadi tongkak untuk menguatkan kesenian di bali khususnya seni tari wali ini.
·         Ritual pembuatan
Tak hanya sang penari, proses pembuatannya pun tak bisa sembarangan karena memang tak dipakai untuk sembarangan. Topeng Sidakarya ini lain dengan topeng-topeng yang dibuat dan dijual secara massal, seperti di pasar-pasar kerajinan atau pasar oleh-oleh. Perbedaannya bisa mulai dari pemilihan bahan kayu, ritual memulai memahat, pengawetannya, hingga ritual penghidupan topeng tersebut.
Namun, jangan salah paham dengan adanya ritual penghidupan topeng ini. Penghidupan ini bukannya topeng tersebut kemudian bisa berbicara, melainkan dimaksudkan terasa lebih hidup dan menyatu dengan sang penarinya, yakni proses inisiasi (penyucian) dan pesupati (menghidupkan). Biasanya, si penari topeng Sidakarya yang telah mewinten memiliki satu topeng khusus untuk dirinya ngayah. Satu hal lagi, pembuat topengnya pun melewati tahapan mewinten.
Ida Bagus Sudiksa (51), asal Banjar Jambe, Keroboka Kaja, pun mengingatkan permintaan membuat topeng Sidakarya ini tidak bisa sembarangan meminta. ”Saya tidak akan pernah mau membuatnya jika dalam memintanya sudah mengeluarkan sejumlah angka rupiah. Kami ini pembuat topeng sakral dan ini bagian dari ngayah terhadap kehidupan ini,” katanya sambil tangannya tetap tak terganggu membuat sebuah topeng.
Menurut dia, penyakralan pada pembuatan topeng ini mampu menahan manusia untuk tidak semena-mena terhadap alam, khususnya pepohonan. Ia beranggapan pendahulunya telah memikirkan bagaimana agar manusia tidak sembarangan menebang atas nama kesenian, budaya, atau adat. Karena itu, dari pemilihan kayu hingga penebangannya pun harus disesuaikan dengan musim serta hari baiknya dengan tujuan agar alam tidak murka.
”Namun, ketika topeng sudah menjadi kerajinan yang dibuat secara massal, manusia menjadi rakus tanpa memilih kayu itu sudah cukup umur sampai tanpa pemilihan musim yang tepat pula. Semua demi kepentingan uang, bahkan pariwisata. Wajar jika kemudian alam menjadi murka. Inilah salah satu pesan topeng Sidakarya tentang alam,” katanya serius.
·         Sakral
Waktu pembuatan topeng sakral ini pun bervariasi, tergantung dari mood sang pengukirnya, bisa hanya tiga hari atau sebulan. Sama halnya dengan Pak Nang Tesen, Sudiksa pun mendapatkan bakat keturunan dari almarhum ayahnya, Ida Pedanda Gede Telaga. Mereka ini bukan perajin, melainkan seniman yang telah melalui tahapan penyucian. Namun, bakat ini bisa dipelajari dan tidak semuanya mendapatkan dari garis keturunan.
Hal yang unik selama pembuatan topeng sakral, antara lain, adalah pengawetannya yang harus direbus dengan kuah bumbu genep (bumbu dapur lengkap) selama 12 jam tanpa putus.
”Karena merebusnya memunculkan bau yang enak seperti kuah sayur yang bisa dimakan, sering kali tetangga pun berkelakar saya tengah membuat sup topeng yang enak dan gurih,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut Sudiksa yang juga dosen manajemen pemasaran di Universitas Udayana itu, awet dan tidaknya topeng juga tetap tidak lepas dari awal pencarian kayu cendana, pole, atau batang kamboja, termasuk pemilihan tanggal penebangannya. Ia menambahkan, dari sejak ayahnya puluhan tahun lalu, semua pembuatan topeng menggunakan ilmu logika. ”Kami semua membuatnya dalam keadaan sadar dan pertimbangan penuh. Inilah seni lokal genius,” ujarnya.
Sayangnya, bahan pengawetan alami ini tidak diikuti dengan pewarnaan alami. Sudiksa mengatakan, pewarnaan alami tidak lagi memiliki kualitas sama kuat antara puluhan tahun lalu dan sekarang. Karena itu, ia terpaksa menggantikan dengan cat kimia dengan pemilihan kualitas nomor wahid.
Topeng sakral selain topeng Sidakarya di Pulau Dewata, juga ada topeng yang sengaja disakralkan dan biasanya disimpan di pura-pura, seperti Rangda, Barong, dan Irarung. Pementasannya pun tidak setiap saat karena memiliki hari atau waktu pementasan sendiri. Semua topeng sakral ini pun diberikan banten dan doa-doa, terutama ketika tumpek wayang, sebagai persembahan kepada Dewa Iswara.
Semoga bisa menambah wawasan anda, mohon komentarnya jika ada sesuatu yang salah dalam pembahasan saya di atas.
·         Sejarah Lahirnya Dramatari Topeng di Bali
Para pakar di Bali pada umumnya menggunakan empat versi mengenai lahirnya topeng di Bali. Pertama, sejarah topeng di Bali biasanya mulai dari Prasasti Bebetin bertahun 896 masehi zaman Raja Ugrasena di Bedulu, ini merupakan catatan tertua yang ditemukan di Bali mengenai topeng.
Versi yang kedua kemunculan topeng sebagai bagian dari purwaning kalangwan seperti yang tersurat dalam lontar (dan kini buku) Siwagama.
Versi ketiga dari lahirnya dramatari topeng dari cerita yang diceritakan dari gen erasi ke generasi mengenai Raja Waturenggong yang memimpin Kerajaan Gelgel mengutus Patih Ularan ke Jawa Timur untuk perang melawangan Kerajaan Blambangan dan mengambil seperangkat topeng  sebagai pampasan perang. Ini adalah versi yang paling terkenal.
Versi keempat berasal dari Sanghyang Legong. Keberadaan tari topeng juga bisa ditelusuri dari asal-usul topeng-topeng sakral di Ketewel. Selain dari keempat versi disebutkan diatas, topeng juga disebutkan di dalam Negara Kertagama, buku Raja-raja pada abad ke-14 yang sering disebut sebagai raket atau soritekes. Kisahnya selalu berupa seputar panji, cinta antara
Panji yang berasal dari Kerajaan Jenggala dan puteri Candra Kirana dari Kerajaan Daha, Dalam buku karangan Laufer terbitan tahun 1923 halaman 29-30 disebutkan pula bahwa leluhur dari barong adalah tarian singa dari Cina, atau disebut barongsai, yang muncul sekitar Dinasti T’ang. dan tersebar ke banyak daerah Asia Timur.


SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut: (1) Tarian Topeng sidekarya memberikan dampak yang besar bagi perkembangan bagi masyarakat bali(2) Dapat membudayakan tarian Bali. Namun demikian, Kita sebagai masyarakat bali harus dapat meningkatkan budaya tarian bali. Kemauan yang keras dari remaja itu sendiri dan didukung oleh berbagai pihak; keluarga, masyarakat, dan pemerintah akan dapat menghidupkan kembali tarian tersebut.
Berdasarkan dari simpulan yang dikemukakan, dapat diajukan saran sebagai berikut; Diperlukan suatu langkah tepat yang digunakan sebagai pedoman  untuk  menuntun masyarakat bali akann sadar akan kebudayaan tarian bali, agar tarian topeng sidekarya dapat dikenal dan dipahami oleh seluruh masyarakat.


DAFTAR RUJUKAN
Bandem, I Made; Rembang,  I Nyoman. 1976. Perkembangan Topeng Bali Sebagai Seni Pertunjukan.
Kantun, I Nyoman; S.H. MM dan Drs. I Ketut Yadnya. 2003. Babad Sidakarya.
Catra, I Nyoman.1996. “Topeng: Mask Dance-Drama As A Replection of Balinese Culture; A Case-Study of Topeng/ Prembon”(master thesis) Boston.

No comments:

Post a Comment

Cara Membuat Effect Hollogram dengan Photoshop

Om Swastiastu Kawand-kawand Youtuber... Oke kawand-kawand pada hari ini saya akan memberikan tutorial efek photoshop kali ini, mimin ...