AKTUALISASI TRI
HITA KARANA SEBAGAI LOCAL GENIUS BALI
DALAM UPAYA MEMINIMALISASI TINDAKAN “MENYAKITI” POHON
K. Daivi Wahyuni, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Pendidikan Ganesha, Singaraja,
Indonesia
e-mail:
wdayvi_cimoet@yahoo.com
Abstrak
Penulisan
artikel ini memiliki tujuan untuk aktualisasi tri hita karana sebagai local genius bali dalam upaya
meminimalisasi tindakan “menyakiti” pohon.Metode yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah kajian pustaka. Manusia sering berbuat tidak adil kepada
keseimbangan hidup tumbuh tumbuhan. Lihat saja pemasangan iklan yang ada di
jalan-jalan sebagian besar dipasang di pohon. Biasanya sasaran dari pemasangan
iklan tersebut di pohon perindang yang ada di pinggir jalan, baik iklan yang
berukuran besar atau kecil. Iklan dipasang pada batang pohon dengan cara
menancapkan besi paku. Selain itu, ada pula perusahaan dan oknum kampanye yang
mamasang iklan mereka dengan mengikat di batang pohon menggunakan kawat besi.
Pemasangan atribut-atribut kampanye ini jelas mengabaikan aspek keselamatan
manusia dan lingkungan. Terutama akan merusak pohon itu sendiri sehingga akibat
yang ditimbulkan kurang mendapatkan
oksigen hasil penyerapan karbon dari pohon. Kita pun akan kehilangan peneduh
jalan, rawan akan banjir, dapat mempercepat pemanasan global karena CO2 yang
tidak dapat diserap tumbuhan.sehingga untuk mengatasi hal ini perlu adanya
upaya pengembangan tri hita karana sebagai salah satu meminimalisasi tindakan
menyakiti pohon,penyuluhan atau sosialisai, tindakan konkrit mencabut paku, dan
upaya penindakan langsung kepada oknum yang melanggar aturan.
Kata Kunci: Aktualisasi, Tri Hita Karana, Local Genius, Pohon
Abstract
Writing this article has the aim of actualization of Tri Hita Karana Bali as a local genius
in an effort to minimize the actions " hurt " the trees.Metode used in data collection is
literature review . Humans often do no justice to the balance of plant life
grows . Just look at the advertising that is on the streets mostly installed in
the tree . Usually the target of the ads in the existing amenity trees by the
roadside , both ads be large or small . Ad posted on a tree by plugging in the
iron nails . In addition , there are also unscrupulous companies and their
advertising campaigns mamasang by tying the tree trunk using iron wire .
Installation of the attributes of this campaign is clear disregard of human
safety and environmental aspects . Particularly would damage the tree itself so
due to lack of oxygen caused by the absorption of carbon from the tree . We
will lose the roadside , prone to flooding , may accelerate global warming
because the CO2 can not be absorbed tumbuhan.sehingga to address this need for
efforts to develop tri hita karana as one of the measures to minimize harm the
tree , education or socialization , concrete actions repeal nails , and
enforcement efforts directly to the person who violate dtherules. .
Keywords : Actualization , Tri Hita Karana , Local Genius , Trees
Keywords : Actualization , Tri Hita Karana , Local Genius , Trees
PENDAHULUAN
Dalam
menghadapi permasalahan lingkungan, pandangan manusia cenderung bersifat
antroposentris yaitu melihat permasalahannya dari sudut kepentingan manusia.
Walaupun hewan, tumbuhan, dan unsur tak hidup diperhatikan, namun perhatian
tersebut secara eksplisit atau implisit dihubungkan dengan kepentingan manusia.
Manusia di dalam kehidupannya tidaklah cukup memperhatikan materi, energi dan
informasi. Oleh karena itu, walaupun ekologi penting, hal lain yang juga
menjadi pertimbangan keputusan manusia adalah ekonomi, politik, sosial budaya
dan teknologi (Soemarwoto, 2004).
Hal
tersebut terbukti dengan digembor-gemborkannya aksi penghijauan dan cinta
lingkungan, namun di balik itu lingkungan hidup tetap saja menerima tekanan
dari aksi manusia yang berbasis ekonomi dan politik. Salah satu tindakan
berbasis ekonomi yang secara langsung dapat diamati yaitu pemasangan poster,
baliho, spanduk dan bendera yang dalam pemasangannya dipaku pada pohon
perindang di pinggir jalan (turus jalan).
Di
sisi lain sebagai tindak lanjut otonomi daerah, kemajuan proses demokrasi pada
politik lokal mulai dapat diukur, melalui pesta pemilihan kepala daerah
(pilkada) yang dimulai dari pemilihan kepala desa, wali kota-wakil wali kota,
bupati-wakil bupati, atau gubernur-wakil gubernur (Mandica, 2008). Sayangnya,
para aktor pilkada nampak buta akan situasi tersebut. Lihatlah misalnya di
sepanjang jalan-jalan kota atau kabupaten di mana sebuah hajatan pilkada akan
dilangsungkan. Para peminat dan calon peserta pilkada dengan seenaknya memasang
umbul-umbul dan baliho besar di tepi jalan tanpa mengindahkan keselamatan para
pejalan kaki. Pada musim hujan yang disertai angin kencang, umbul-umbul dan
baliho raksasa tersebut akan dengan mudah rubuh dan mencelakai manusia di
sekitarnya. Belum lagi gambar-gambar yang dipaku pada pohon-pohon perindang.
Selain penampilan gambar para aktor pilkada yang tidak menarik dipasang di
pohon-pohon perindang sepanjang jalan kota, paku-paku yang dipergunakan sebagai
penyanggah gambar secara perlahan akan menyakiti dan mematikan pohon-pohon
tersebut (www.kapanlagi.com, 2008).
Dengan
demikian, tentu akan ada suatu konsekuensi dari pesta rakyat tersebut, yakni
kurangnya kesadaran para peminat pilkada akan aspek estetika dan etika
lingkungan. Permasalahan tersebut bukan semata-mata persoalan teknis. Krisis
ekologi global yang kita alami dewasa ini adalah persoalan moral, krisis moral
secara global. Di sinilah letak peran etika, yang dapat mengarahkan perilaku
manusia, baik atau buruk, benar atau salah (Andriana, 2004). Senada dengan hal
tersebut, konsep Dari permasalahan yang ada tak bisa dipungkiri lagi manusia
memiliki keterkaitan dengan lingkungan. Dalam ajaran Bali (Hindu), keselarasan
hubungan antara manusia, lingkungan, dan Tuhan dijelaskan secara mendetail
dalam konsep Tri Hita Karana.
Berdasarkan uraian tersebut perlu kiranya dilakukan kajian yang lebih
mendalam terkait tindakan menyakiti pohon serta aktualisasi Tri Hita Karana
terkait upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tindakan menyakiti pohon.
Berdasarkan pada permasalahan yang
akan dikaji, tujuan penulisan ini adalah: untuk mengkaji aktualisasi Tri Hita
Karana terkait upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindakan
menyakiti pohon.
METODE PENULISAN
Metode penulisan dalam
artikel ini adalah kajian pustaka atau studi relevan yang terkait dengan Tri Hita Karana dan aktualisasinya dalam
upaya meminimalisasi tindakan menyakiti pohon. Kajian pustaka ini berupa buku,
koran, dan internet.
PEMBAHASAN
Manusia sering berbuat tidak adil
kepada keseimbangan hidup tumbuh tumbuhan. Manusia terkadang hanya
mementingkan hendonisme semata untuk memenuhi keinginannya tanpa memikirkan
lingkungan sekitarnya. Lihat saja pemasangan iklan yang ada di jalan-jalan
sebagian besar dipasang di pohon. Biasanya sasaran dari pemasangan iklan
tersebut di pohon perindang yang ada di pinggir jalan, baik iklan yang
berukuran besar atau kecil. Iklan dipasang pada batang pohon dengan cara
menancapkan besi paku. Selain itu, ada pula perusahaan dan oknum kampanye
yang mamasang iklan mereka dengan mengikat di batang pohon menggunakan kawat besi.
Pemasangan atribut-atribut kampanye ini jelas mengabaikan aspek keselamatan
manusia dan lingkungan. Lihatlah betapa banyak baliho berukuran besar yang
terpasang di trotoar jalan dengan mengambil hak pejalan kaki. Pun, banyak baliho yang terpajang di
median-median jalan atau taman-taman pemisah jalan menghalangi penglihatan
pengendara yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan. Hal ini jelas
membahayakan.
Pohon sebagai tempat
pemasangan atribut kampanye, iklan politik dan pengumuman lainnya jelas akan
merusak pohon. Paku yang menancap pada pohon berefek buruk terhadap
perkembangan pohon, karena dapat menyebabkan kematian sel dalam pohon
terutama lapisan cambium, xylem dan floem.
Karat
pada paku bisa menyebabkan infeksi pada batang, pengeroposan/kelapukan
batang, pada jenis tertentu, seperti palem-paleman, sehingga memicu
pembusukan pada batang. Jika kita melakukan pembiaran, maka akan semakin
sulit bagi kita untuk mendapatkan oksigen hasil penyerapan karbon dari pohon.
Kita pun akan kehilangan peneduh jalan bila kita peduli.
Kita membutuhkan pepohonan di
perkotaan untuk kebutuhan udara segar, penyeimbang kondisi lingkungan,
penyerap air, meminimalisir risiko banjir,
peneduh jalan dan juga sebagai penunjang estetika kota.
Untuk itulah kita berkewajiban
untuk menyampaikan pada bakal calon walikota dan wakil walikota serta
politisi agar tidak memasang atribut-atribut kampanye mereka dengan cara
memaku pohon. Andai mereka tak memedulikan seruan kita, satu-satunya cara
menghukum adalah dengan tidak memilih para bakal calon walikota dan wakil
walikota itu pada momen pemilihan nanti. Paling tidak, ada tiga alasan kenapa
kita tidak boleh memilih para perusak pohon itu.
Pertama, dengan memaku pohon
mereka sudah merusak pohon yang sangat vital bagi kehidupan kota dan warganya
seperti yang tergambar di atas. Atribut-atribut kampanye berupa baliho di
trotoar, median jalan dan ass (pembatas) jalan dapat membahayakan keselamatan
para pengendara pengguna jalan maupun pejalan kaki.
Kedua, sudah ada aturan
mengenai mengenai perlindungan pada pepohonan itu yaitu Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga
Perda No.25 Tahun 1997 Penghijauan. Para bakal calon dan politisi itu
seharusnya tahu mengenai dua aturan ini. Mereka telah mengabaikan dan
melanggar aturan dengan tetap memasang atribut pada pohon.
Ketiga, para bakal calon dan
politisi itu bisa mengelak dan berkelit bahwa pemasangan atribut itu
dilakukan oleh pendukung dan tim sukses mereka. Alasan itu tidak salah. Tapi, biar bagaimanapun pendukung dan tim sukses itu
berada di bawah tanggung jawab mereka.
Kita juga tak boleh berdiam
diri melihat kerusakan pohon yang telah terjadi. Mencabut paku-paku bekas
atribut kampanye harus kita lakukan, minimal yang ada di sekitar kita. Juga,
mengajak orang-orang terdekat kita untuk melakukan hal serupa, sedikit demi
sedikit, perlahan-lahan demi kebaikan kita bersama.
|
Istilah Tri Hita Karana pertama
kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966, pada waktu diselenggarakan
Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan
Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat
Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju
masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini berkembang, meluas,
dan memasyarakat (Egami, 2009).
Secara leksikal, Tri Hita Karana berarti
tiga penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab).
Pada hakikatnya Tri Hita Karana
mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada
keharmonisan hubungan antara: 1) manusia dengan Tuhannya, 2) manusia dengan
alam lingkungannya, dan 3) manusia dengan sesamanya. Unsur- unsur Tri Hita
Karana ini meliputi: 1) Sanghyang Jagatkarana (Tuhan), 2) bhuana (alam), dan 3)
manusia.
Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan di Bali (Hindu) sebagai berikut:
hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan dengan Dewa yadnya,
hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta yadnya,
dan hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi,
Manusia Yadnya. Penerapan Tri Hita Karana
dalam kehidupan di Bali dapat dijumpai dalam perwujudan bertakwa kepada Tuhan,
peduli sesama, dan peduli terhadap lingkungan. Penerapan nilai-nilai Tri Hita
Karana secara sadar, dinamis, dan penuh dengan komitmen akan terbangun
proses hubungan kehidupan yang seimbang dan harmonis menuju tatanan
kehidupan yang maju, aman, damai, serta sejahtera lahir dan bhatin.
Alam
adalah manifestasi dari badan Tuhan. Alam adalah merupakan perwujudan dari sathyam
‘kebenaran’, sivam ‘kebajikan’ dan sundaram
‘keindahan’, yang kasat mata dari keagungan Tuhan. Alam adalah secara langsung
menopang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Hidup manusia adalah menyatu dengan alam. Hubungan manusia dengan alam adalah
merupakan hubungan yang bersifat kekal abadi, karena manusia selalu akan hidup
di alam semesta ini. Saling ketergantungan secara langsung antara manusia
dengan alam sangat erat. Alam semesta, di samping merupakan tempat ajang
latihan bagi manusia dalam meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya, alam
juga merupakan sumber kehidupan yang menyediakan makanan dan berbagai macam
fasilitas untuk kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia.
Oleh karena hidup manusia bergantung secara langsung dengan alam lingkungannya,
maka manusia harus memelihara dan menjaga kelestarian alam dan lingkungannya.
Dalam hubungan ini, kitab suci Weda menyatakan tentang berbagai manfaat
yang diberikan oleh alam kepada mahluk hidup, sekaligus juga menghimbau agar
umat manusia selalu menjaga kelestariannya demi kesejahteraan dan kebahagiaan
manusia itu sendiri.
“Para orang bijaksana mendapati bahwa ada tiga benda yang menutupi seluruh
alam semesta. Mereka memiliki bentuk-bentuk yang berbeda-beda dan aspek-aspek
yang berbeda-beda. Mereka mengamati segalanya. Mereka adalah air, udara, dan
tanaman. Benda-benda ini disediakan untuk setiap dunia” (Atharvaveda
XVIII.1.17).
“Ada
sebuah garis keliling dari sebuah bulatan (paridhi) di setiap dunia untuk umat
manusia dan ada sebuah inti (antardhi) yang adalah sumber tenaga (energi) untuk
alam semesta” (Atharvaveda
XII.2.44).
“Siapa
pun, apakah umat manusia ataukah binatang, hidup dengan selamat, di mana
kebersihan atmosfir (Brahman) dipelihara dengan segala cara untuk tujuan hidup”
(Atharvaveda
VIII.2.25).
“Sang
bumi menyediakan permukaan bumi bagi tumbuh-tumbuhan karena pengaruh green
hause. Sang api menyediakan besi. Tumbuh-tumbuhan dan tanaman yang memiliki
perpaduan dengan sinar matahari, menyediakan atmosfir yang menyenangkan untuk
penciptaan”
(Atharvaveda V.25.5).
“Tanam-tanaman
dan tumbuh-tumbuhan menghancurkan pengaruh atmosfir yang beracun” (Atharvaveda
VIII.7.10).
“Tanam-tanaman
memiliki sifat-sifat semua para dewa. Mereka adalah para juru selamat
kemanusiaan” (Atharvaveda
VIII.7.4).
“Tanam-tanaman
memberi makan dan melindungi alam semesta, oleh karenanya mereka disebut para
ibu” gveda
X.97.4).,(R
“Janganlah
menebang pohon-pohon itu, karena mereka menyingkirkan pencemaran” (Rgveda
VI.48.17).
“Janganlah
mencemari air dan janganlah menyakiti atau menebang pohon-pohon itu” (Yajurveda
VI.22).
“Janganlah
mengganggu langit dan janganlah mencemari atmosfir” (Yajurveda
V.43).
“Selalulah
memperkuat dan memberi makan kepada bumi. Janganlah mencemarinya’ (Maitrayani
samhita II.8.14).
Di
samping mantram-mantran yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi
ada mantram yang berkaitan dengan manfaat yang diberikan alam kepada manusia
dan himbauan yang mesti dilaksanakan oleh manusia untuk menjaga kelestariannya
demi kepentingan manusia dan mahluk hidup di dalamnya. Oleh karena itu, manusia
seharusnya selalu menjaga keselarasan dengan alam, bukan ditundukkan oleh
alam atau mengeksplotasi alam, seperti yang dikehendaki dalam Santhi mantram
berikut ini.
“Damai di langit, damai di angkasa, damai di bumi, damai di air, damai pada
tetumbuhan, damai pada pepohonan, damai pada semua dewa, damai pada Brahman, damai
dalam alam semesta, damai dalam kedamaian, semoga kami mendapat kedamaian itu” (Yajurveda
XXXVI.17).
Beberapa uraian mantram-mantram di atas adalah merupakan inti dari
konsep palemahan. Bhagawan Weda sesungguhnya telah
mengisyaratkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia
agar manusia dapat mencapai kebahagiaan dan kedamaian yang sejati. Namun
demikian, kebanyakan umat manusia tertutup mata dan telinganya sehingga ia
tidak lagi dapat melihat keindahan akan keagungan Tuhan yang mesti ia syukuri
sebagai berkah yang tiada ternilai, dan tidak dapat mendengar merdunya suara
senandung kehidupan, sekalipun ia berada di dalamnya.
Dari beberapa poin yang telah diuraikan di atas, jelaslah tampak bahwa konsep tri
hita karana mengandung makna yang sangat luas dan dalam. Untuk dapat
menghayatinya, seseorang perlu melakukan perenungan yang mendalam. Yang pasti,
Tuhan telah menyiapkan segala sesuatunya, sekarang manusia hanya tinggal yang
menyikapinya.
Suatu gagasan akan memiliki nilai tinggi apabila disertai dengan
terlaksananya gagasan secara nyata di lapangan. Untuk suksesnya gagasan ini,
maka penulis memerlukan bantuan dari pihak-pihak yang dapat mendukung kinerja
penulis. Dalam merealisasikan gagasan ini, penulis membutuhkan bantuan
kerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah beserta jajarannya,
dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, pemuka agama serta masyarakat. Peranan
pemerintah dan pemuka agama sangat diperlukan guna mensosialisasikan gagasan
ini kepada pihak-pihak yang kerap kali memasang iklan, bendera, poster, maupun
pamflet dengan menancapkan paku pada pohon perindang jalan, tentunya dengan
sosialisasi yang gencar dan terstruktur. Selanjutnya peranan masyarakat turut
pula mendukung gagasan ini dimana masyarakat dapat ikut berperan serta dalam
mengawasi tindakan-tindakan yang dapat menyakiti pohon.
Strategi
pengembangan sebagai upaya untuk mengurangi tindakan menyakiti pohon secara
ringkas ditinjau dari aspek : target sasaran dan strategi pencapaian target
sasaran.
Guna
mencapai target sasaran dengan baik, maka perlu dilaksanakan upaya-upaya
sebagai berikut.
1.
Membentuk net working (jaringan mitra kerja)
Upaya ini dilakukan untuk menjalin kerja sama dengan
target sasaran. Koordinasi antara pihak penulis beserta target sasaran
diharapkan agar saling bersinergi guna menyukseskan gagasan ini.
2.
Support ivents (dukungan kegiatan)
Dalam upaya pengembangan Tri Hita
Karana ini, diharapkan pula dukungan dari masyarakat Bali pada khususnya
dan Indonesia pada umumnya, dalam menyukseskan gagasan ini.
3. Memberikan
peyuluhan / sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya pohon, supaya tidak
membunuh pohon, menebang pohon, atau memaku berbagai iklan/pamflet di batang
pohon
4.Melakukan
tindakan nyata sederhana seperti mencabuti iklan yang dipaku di pohon, untuk
setidaknya mengurangi kerusakan pohon tersebut, bisa secara berkelompok /
bersama massa yang cukup banyak agar orang banyak yang tahu dan sadar, sehingga
tidak akan memasang paku di pepohonan
5.
Turut
mendukung upaya Pemerintah yang menindak tegas pihak yang memasang iklan dengan
cara memakunya di batang pohon dan yang menebang pohon/mematikan pohon tanap
seizing dinas yang berwenang, kemudian menghukumnya sebagai efek jera.
6.
Dinas
Pertamanan bisa segera mengganti pohon – pohon yang sudah mati
7.
Baik
pemerintah dan masyarakat hendaknya bersama – sama menjaga dan merawat
pepohonan atau tumbuhan lainnya agar tidak rusak ataupun mati, sehingga dapat
bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain
SIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan
hasil kajian yang telah dilakukan pada pustaka-pustaka yang relevan terhadap
Tri Hita Karana terkait upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
tindakan menyakiti pohon, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tri hita karana dapat digunakan sebagai dasar untuk meminimalisasi….
2.
Cara aktualisasi tri hita karana dalam,
Adapun saran yang dapat diajukan dalam penulisasn artikel ini adalah
pemerintah hendaknya memadukan antara peraturan daerah dan local genius untuk meminimalisasi tindakan “menyakiti” pohon.
Selanjutnya, para aktor pilkada hendaknya mematuhi peraturan daerah yang
berlaku dan meningkatkan pemahaman terhadap tri hita karana yang telah berlaku
secara universal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Kepada dosen pembimbing yang selama ini telah membatu dan mengarahkan
dalam proses belajar dan mengajar sehingga penulisan ini dapat diselesaikan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Purnami. 2011. Hidup Harmoni Dalam Bingkai Tri Hita Karana. Tersedia pada http://teologihindu.blogspot.com/2011/03/hidup-harmoni-dalam-bingkai-tri-hita.html.
Dwi,dania.2012. Pohonku Sayang, Pohonku Malang . Tersedia pada http://daniadwi.blogspot.com/2012/03/pohonku-sayang-pohonku-malang.html.
.
No comments:
Post a Comment