December 28, 2013

AKTUALISASI TRI HITA KARANA SEBAGAI LOCAL GENIUS BALI DALAM UPAYA MEMINIMALISASI TINDAKAN “MENYAKITI” POHON(Artikel Bali)



AKTUALISASI TRI HITA KARANA SEBAGAI LOCAL GENIUS BALI DALAM UPAYA MEMINIMALISASI TINDAKAN “MENYAKITI” POHON

K. Daivi Wahyuni, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia
e-mail: wdayvi_cimoet@yahoo.com

Abstrak

Penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk aktualisasi tri hita karana sebagai local genius bali dalam upaya meminimalisasi tindakan “menyakiti” pohon.Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kajian pustaka.  Manusia sering berbuat tidak adil kepada keseimbangan hidup tumbuh tumbuhan. Lihat saja pemasangan iklan yang ada di jalan-jalan sebagian besar dipasang di pohon. Biasanya sasaran dari pemasangan iklan tersebut di pohon perindang yang ada di pinggir jalan, baik iklan yang berukuran besar atau kecil. Iklan dipasang pada batang pohon dengan cara menancapkan besi paku. Selain itu, ada pula perusahaan dan oknum kampanye yang mamasang iklan mereka dengan mengikat di batang pohon menggunakan kawat besi. Pemasangan atribut-atribut kampanye ini jelas mengabaikan aspek keselamatan manusia dan lingkungan. Terutama akan merusak pohon itu sendiri sehingga akibat yang ditimbulkan kurang  mendapatkan oksigen hasil penyerapan karbon dari pohon. Kita pun akan kehilangan peneduh jalan, rawan akan banjir, dapat mempercepat pemanasan global karena CO2 yang tidak dapat diserap tumbuhan.sehingga untuk mengatasi hal ini perlu adanya upaya pengembangan tri hita karana sebagai salah satu meminimalisasi tindakan menyakiti pohon,penyuluhan atau sosialisai, tindakan konkrit mencabut paku, dan upaya penindakan langsung kepada oknum yang melanggar aturan.
Kata Kunci: Aktualisasi, Tri Hita Karana, Local Genius, Pohon

Abstract
Writing this article has the aim of actualization of Tri Hita Karana Bali as a local genius in an effort to minimize the actions " hurt "  the trees.Metode used in data collection is literature review . Humans often do no justice to the balance of plant life grows . Just look at the advertising that is on the streets mostly installed in the tree . Usually the target of the ads in the existing amenity trees by the roadside , both ads be large or small . Ad posted on a tree by plugging in the iron nails . In addition , there are also unscrupulous companies and their advertising campaigns mamasang by tying the tree trunk using iron wire . Installation of the attributes of this campaign is clear disregard of human safety and environmental aspects . Particularly would damage the tree itself so due to lack of oxygen caused by the absorption of carbon from the tree . We will lose the roadside , prone to flooding , may accelerate global warming because the CO2 can not be absorbed tumbuhan.sehingga to address this need for efforts to develop tri hita karana as one of the measures to minimize harm the tree , education or socialization , concrete actions repeal nails , and enforcement efforts directly to the person who violate dtherules. .
Keywords : Actualization , Tri Hita Karana , Local Genius , Trees

PENDAHULUAN
Dalam menghadapi permasalahan lingkungan, pandangan manusia cenderung bersifat antroposentris yaitu melihat permasalahannya dari sudut kepentingan manusia. Walaupun hewan, tumbuhan, dan unsur tak hidup diperhatikan, namun perhatian tersebut secara eksplisit atau implisit dihubungkan dengan kepentingan manusia. Manusia di dalam kehidupannya tidaklah cukup memperhatikan materi, energi dan informasi. Oleh karena itu, walaupun ekologi penting, hal lain yang juga menjadi pertimbangan keputusan manusia adalah ekonomi, politik, sosial budaya dan teknologi (Soemarwoto, 2004).
Hal tersebut terbukti dengan digembor-gemborkannya aksi penghijauan dan cinta lingkungan, namun di balik itu lingkungan hidup tetap saja menerima tekanan dari aksi manusia yang berbasis ekonomi dan politik. Salah satu tindakan berbasis ekonomi yang secara langsung dapat diamati yaitu pemasangan poster, baliho, spanduk dan bendera yang dalam pemasangannya dipaku pada pohon perindang di pinggir jalan (turus jalan).
Di sisi lain sebagai tindak lanjut otonomi daerah, kemajuan proses demokrasi pada politik lokal mulai dapat diukur, melalui pesta pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dimulai dari pemilihan kepala desa, wali kota-wakil wali kota, bupati-wakil bupati, atau gubernur-wakil gubernur (Mandica, 2008). Sayangnya, para aktor pilkada nampak buta akan situasi tersebut. Lihatlah misalnya di sepanjang jalan-jalan kota atau kabupaten di mana sebuah hajatan pilkada akan dilangsungkan. Para peminat dan calon peserta pilkada dengan seenaknya memasang umbul-umbul dan baliho besar di tepi jalan tanpa mengindahkan keselamatan para pejalan kaki. Pada musim hujan yang disertai angin kencang, umbul-umbul dan baliho raksasa tersebut akan dengan mudah rubuh dan mencelakai manusia di sekitarnya. Belum lagi gambar-gambar yang dipaku pada pohon-pohon perindang. Selain penampilan gambar para aktor pilkada yang tidak menarik dipasang di pohon-pohon perindang sepanjang jalan kota, paku-paku yang dipergunakan sebagai penyanggah gambar secara perlahan akan menyakiti dan mematikan pohon-pohon tersebut (www.kapanlagi.com, 2008).
Dengan demikian, tentu akan ada suatu konsekuensi dari pesta rakyat tersebut, yakni kurangnya kesadaran para peminat pilkada akan aspek estetika dan etika lingkungan. Permasalahan tersebut bukan semata-mata persoalan teknis. Krisis ekologi global yang kita alami dewasa ini adalah persoalan moral, krisis moral secara global. Di sinilah letak peran etika, yang dapat mengarahkan perilaku manusia, baik atau buruk, benar atau salah (Andriana, 2004). Senada dengan hal tersebut, konsep Dari permasalahan yang ada tak bisa dipungkiri lagi manusia memiliki keterkaitan dengan lingkungan. Dalam ajaran Bali (Hindu), keselarasan hubungan antara manusia, lingkungan, dan Tuhan dijelaskan secara mendetail dalam konsep Tri Hita Karana.
Berdasarkan uraian tersebut perlu kiranya dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait tindakan menyakiti pohon serta aktualisasi Tri Hita Karana terkait upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tindakan menyakiti pohon.
            Berdasarkan pada permasalahan yang akan dikaji, tujuan penulisan ini adalah: untuk mengkaji aktualisasi Tri Hita Karana terkait upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindakan menyakiti pohon.

METODE PENULISAN
            Metode penulisan dalam artikel ini adalah kajian pustaka atau studi relevan yang terkait dengan Tri Hita Karana dan aktualisasinya dalam upaya meminimalisasi tindakan menyakiti pohon. Kajian pustaka ini berupa buku, koran, dan  internet.

PEMBAHASAN
             Manusia sering berbuat tidak adil kepada keseimbangan hidup tumbuh tumbuhan. Manusia terkadang hanya mementingkan hendonisme semata untuk memenuhi keinginannya tanpa memikirkan lingkungan sekitarnya. Lihat saja pemasangan iklan yang ada di jalan-jalan sebagian besar dipasang di pohon. Biasanya sasaran dari pemasangan iklan tersebut di pohon perindang yang ada di pinggir jalan, baik iklan yang berukuran besar atau kecil. Iklan dipasang pada batang pohon dengan cara menancapkan besi paku. Selain itu, ada pula perusahaan dan oknum kampanye yang mamasang iklan mereka dengan mengikat di batang pohon menggunakan kawat besi. Pemasangan atribut-atribut kampanye ini jelas mengabaikan aspek keselamatan manusia dan lingkungan. Lihatlah betapa banyak baliho berukuran besar yang terpasang di trotoar jalan dengan mengambil hak pejalan kaki. Pun, banyak baliho yang terpajang di median-median jalan atau taman-taman pemisah jalan menghalangi penglihatan pengendara yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan. Hal ini jelas membahayakan.
Pohon sebagai tempat pemasangan atribut kampanye, iklan politik dan pengumuman lainnya jelas akan merusak pohon. Paku yang menancap pada pohon berefek buruk terhadap perkembangan pohon, karena dapat menyebabkan kematian sel dalam pohon terutama lapisan cambium, xylem dan floem.
Karat pada paku bisa menyebabkan infeksi pada batang,  pengeroposan/kelapukan batang, pada jenis tertentu, seperti palem-paleman, sehingga memicu pembusukan pada batang. Jika kita melakukan pembiaran, maka akan semakin sulit bagi kita untuk mendapatkan oksigen hasil penyerapan karbon dari pohon. Kita pun akan kehilangan peneduh jalan bila kita peduli.
Kita membutuhkan pepohonan di perkotaan untuk kebutuhan udara segar, penyeimbang kondisi lingkungan, penyerap air, meminimalisir risiko banjir, peneduh jalan dan juga sebagai penunjang estetika kota.
Untuk itulah kita berkewajiban untuk menyampaikan pada bakal calon walikota dan wakil walikota serta politisi agar tidak memasang atribut-atribut kampanye mereka dengan cara memaku pohon. Andai mereka tak memedulikan seruan kita, satu-satunya cara menghukum adalah dengan tidak memilih para bakal calon walikota dan wakil walikota itu pada momen pemilihan nanti. Paling tidak, ada tiga alasan kenapa kita tidak boleh memilih para perusak pohon itu.
Pertama, dengan memaku pohon mereka sudah merusak pohon yang sangat vital bagi kehidupan kota dan warganya seperti yang tergambar di atas. Atribut-atribut kampanye berupa baliho di trotoar, median jalan dan ass (pembatas) jalan dapat membahayakan keselamatan para pengendara pengguna jalan maupun pejalan kaki.
Kedua, sudah ada aturan mengenai mengenai perlindungan pada pepohonan itu yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Perda No.25 Tahun 1997 Penghijauan. Para bakal calon dan politisi itu seharusnya tahu mengenai dua aturan ini. Mereka telah mengabaikan dan melanggar aturan dengan tetap memasang atribut pada pohon.
Ketiga, para bakal calon dan politisi itu bisa mengelak dan berkelit bahwa pemasangan atribut itu dilakukan oleh pendukung dan tim sukses mereka. Alasan itu tidak salah. Tapi, biar bagaimanapun pendukung dan tim sukses itu berada di bawah tanggung jawab mereka.
Kita juga tak boleh berdiam diri melihat kerusakan pohon yang telah terjadi. Mencabut paku-paku bekas atribut kampanye harus kita lakukan, minimal yang ada di sekitar kita. Juga, mengajak orang-orang terdekat kita untuk melakukan hal serupa, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan demi kebaikan kita bersama.

Istilah  Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966, pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat (Egami, 2009).
Secara leksikal, Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara: 1) manusia dengan Tuhannya, 2) manusia dengan alam lingkungannya, dan 3) manusia dengan sesamanya. Unsur- unsur Tri Hita Karana ini meliputi: 1) Sanghyang Jagatkarana (Tuhan), 2) bhuana (alam), dan 3) manusia.
Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan di Bali (Hindu) sebagai berikut: hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan dengan Dewa yadnya, hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta yadnya, dan hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi, Manusia Yadnya. Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan di Bali dapat dijumpai dalam perwujudan bertakwa kepada Tuhan, peduli sesama, dan peduli terhadap lingkungan. Penerapan nilai-nilai Tri Hita Karana secara sadar, dinamis, dan penuh dengan komitmen akan terbangun proses  hubungan kehidupan yang seimbang dan harmonis menuju tatanan kehidupan yang maju, aman, damai, serta sejahtera lahir dan bhatin.
            Alam adalah manifestasi dari badan Tuhan. Alam adalah merupakan perwujudan dari sathyam ‘kebenaran’, sivam ‘kebajikan’ dan  sundaram ‘keindahan’, yang kasat mata dari keagungan Tuhan. Alam adalah secara langsung menopang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.   
            Hidup manusia adalah menyatu dengan alam. Hubungan manusia dengan alam adalah merupakan hubungan yang bersifat kekal abadi, karena manusia selalu akan hidup di alam semesta ini. Saling ketergantungan secara langsung antara manusia dengan alam sangat erat. Alam semesta, di samping merupakan tempat ajang latihan bagi manusia dalam meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya, alam juga merupakan sumber kehidupan yang menyediakan makanan dan berbagai macam fasilitas untuk kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia.
            Oleh karena hidup manusia bergantung secara langsung dengan alam lingkungannya, maka manusia harus memelihara dan menjaga kelestarian alam dan lingkungannya. Dalam hubungan ini, kitab suci Weda menyatakan tentang berbagai manfaat yang diberikan oleh alam kepada mahluk hidup, sekaligus juga menghimbau agar umat manusia selalu menjaga kelestariannya demi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia itu sendiri.

            “Para orang bijaksana mendapati bahwa ada tiga benda yang menutupi seluruh alam semesta. Mereka memiliki bentuk-bentuk yang berbeda-beda dan aspek-aspek yang berbeda-beda. Mereka mengamati segalanya. Mereka adalah air, udara, dan tanaman. Benda-benda ini disediakan untuk setiap dunia” (Atharvaveda XVIII.1.17).

            “Ada sebuah garis keliling dari sebuah bulatan (paridhi) di setiap dunia untuk umat manusia dan ada sebuah inti (antardhi) yang adalah sumber tenaga (energi) untuk alam semesta”  (Atharvaveda XII.2.44).

            “Siapa pun, apakah umat manusia ataukah binatang, hidup dengan selamat, di mana kebersihan atmosfir (Brahman) dipelihara dengan segala cara untuk tujuan hidup”  (Atharvaveda VIII.2.25).

            “Sang bumi menyediakan permukaan bumi bagi tumbuh-tumbuhan karena pengaruh green hause. Sang api menyediakan besi. Tumbuh-tumbuhan dan tanaman yang memiliki perpaduan dengan sinar matahari, menyediakan atmosfir yang menyenangkan untuk penciptaan” (Atharvaveda V.25.5).
            “Tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan menghancurkan pengaruh atmosfir yang beracun” (Atharvaveda VIII.7.10).

            “Tanam-tanaman memiliki sifat-sifat semua para dewa. Mereka adalah para juru selamat kemanusiaan”  (Atharvaveda VIII.7.4).

            “Tanam-tanaman memberi makan dan melindungi alam semesta, oleh karenanya mereka disebut para ibu”  gveda X.97.4).,(R

            “Janganlah menebang pohon-pohon itu, karena mereka menyingkirkan pencemaran”  (Rgveda VI.48.17).

            “Janganlah mencemari air dan janganlah menyakiti atau menebang pohon-pohon itu”  (Yajurveda VI.22).

            “Janganlah mengganggu langit dan janganlah mencemari atmosfir”  (Yajurveda V.43).
           
            “Selalulah memperkuat dan memberi makan kepada bumi. Janganlah mencemarinya’  (Maitrayani samhita II.8.14).

            Di samping mantram-mantran yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi ada mantram yang berkaitan dengan manfaat yang diberikan alam kepada manusia dan himbauan yang mesti dilaksanakan oleh manusia untuk menjaga kelestariannya demi kepentingan manusia dan mahluk hidup di dalamnya. Oleh karena itu, manusia seharusnya selalu menjaga  keselarasan dengan alam, bukan ditundukkan oleh alam atau mengeksplotasi alam, seperti yang dikehendaki dalam Santhi mantram berikut ini.

            “Damai di langit, damai di angkasa, damai di bumi, damai di air, damai pada tetumbuhan, damai pada pepohonan, damai pada semua dewa, damai pada Brahman, damai dalam alam semesta, damai dalam kedamaian, semoga kami mendapat kedamaian itu” (Yajurveda XXXVI.17).

            Beberapa  uraian mantram-mantram di atas adalah merupakan inti dari konsep palemahan. Bhagawan Weda sesungguhnya telah mengisyaratkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia agar manusia dapat mencapai kebahagiaan dan kedamaian yang sejati. Namun demikian, kebanyakan umat manusia tertutup mata dan telinganya sehingga ia tidak lagi dapat melihat keindahan akan keagungan Tuhan yang mesti ia syukuri sebagai berkah yang tiada ternilai, dan tidak dapat mendengar merdunya suara senandung kehidupan, sekalipun ia berada di dalamnya.
            Dari beberapa poin yang telah diuraikan di atas, jelaslah tampak bahwa konsep tri hita karana mengandung makna yang sangat luas dan dalam. Untuk dapat menghayatinya, seseorang perlu melakukan perenungan yang mendalam. Yang pasti, Tuhan telah menyiapkan segala sesuatunya, sekarang manusia hanya tinggal yang menyikapinya.
           
            Suatu gagasan akan memiliki nilai tinggi apabila disertai dengan terlaksananya gagasan secara nyata di lapangan. Untuk suksesnya gagasan ini, maka penulis memerlukan bantuan dari pihak-pihak yang dapat mendukung kinerja penulis. Dalam merealisasikan gagasan ini, penulis membutuhkan bantuan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah beserta jajarannya, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, pemuka agama serta masyarakat. Peranan pemerintah dan pemuka agama sangat diperlukan guna mensosialisasikan gagasan ini kepada pihak-pihak yang kerap kali memasang iklan, bendera, poster, maupun pamflet dengan menancapkan paku pada pohon perindang jalan, tentunya dengan sosialisasi yang gencar dan terstruktur. Selanjutnya peranan masyarakat turut pula mendukung gagasan ini dimana masyarakat dapat ikut berperan serta dalam mengawasi tindakan-tindakan yang dapat menyakiti pohon.
            Strategi pengembangan sebagai upaya untuk mengurangi tindakan menyakiti pohon secara ringkas ditinjau dari aspek : target sasaran dan strategi pencapaian target sasaran.
            Guna mencapai target sasaran dengan baik, maka perlu dilaksanakan upaya-upaya sebagai berikut.
1.     Membentuk net working (jaringan mitra kerja)
Upaya ini dilakukan untuk menjalin kerja sama dengan target sasaran. Koordinasi antara pihak penulis beserta target sasaran diharapkan agar saling bersinergi guna menyukseskan gagasan ini.

2.     Support ivents (dukungan kegiatan)
Dalam upaya pengembangan Tri Hita Karana ini, diharapkan pula dukungan dari masyarakat Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, dalam menyukseskan gagasan ini.

3.  Memberikan peyuluhan / sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya pohon, supaya tidak membunuh pohon, menebang pohon, atau memaku berbagai iklan/pamflet di batang pohon

4.Melakukan tindakan nyata sederhana seperti mencabuti iklan yang dipaku di pohon, untuk setidaknya mengurangi kerusakan pohon tersebut, bisa secara berkelompok / bersama massa yang cukup banyak agar orang banyak yang tahu dan sadar, sehingga tidak akan memasang paku di pepohonan
5.   Turut mendukung upaya Pemerintah yang menindak tegas pihak yang memasang iklan dengan cara memakunya di batang pohon dan yang menebang pohon/mematikan pohon tanap seizing dinas yang berwenang, kemudian menghukumnya sebagai efek jera.
6.      Dinas Pertamanan bisa segera mengganti pohon – pohon yang sudah mati
7.      Baik pemerintah dan masyarakat hendaknya bersama – sama menjaga dan merawat pepohonan atau tumbuhan lainnya agar tidak rusak ataupun mati, sehingga dapat bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain

SIMPULAN DAN SARAN
            Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan pada pustaka-pustaka yang relevan terhadap Tri Hita Karana terkait upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindakan menyakiti pohon, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Tri hita karana dapat digunakan sebagai dasar untuk meminimalisasi….
2.      Cara aktualisasi tri hita karana dalam,

Adapun saran yang dapat diajukan dalam penulisasn artikel ini adalah pemerintah hendaknya memadukan antara peraturan daerah dan local genius untuk meminimalisasi tindakan “menyakiti” pohon. Selanjutnya, para aktor pilkada hendaknya mematuhi peraturan daerah yang berlaku dan meningkatkan pemahaman terhadap tri hita karana yang telah berlaku secara universal.

UCAPAN TERIMAKASIH
            Kepada dosen pembimbing yang selama ini telah membatu dan mengarahkan dalam proses belajar dan mengajar sehingga penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Purnami. 2011. Hidup Harmoni Dalam Bingkai Tri Hita Karana. Tersedia pada http://teologihindu.blogspot.com/2011/03/hidup-harmoni-dalam-bingkai-tri-hita.html.

Dwi,dania.2012. Pohonku Sayang, Pohonku Malang . Tersedia pada http://daniadwi.blogspot.com/2012/03/pohonku-sayang-pohonku-malang.html.

 


.

No comments:

Post a Comment

Cara Membuat Effect Hollogram dengan Photoshop

Om Swastiastu Kawand-kawand Youtuber... Oke kawand-kawand pada hari ini saya akan memberikan tutorial efek photoshop kali ini, mimin ...