LUNTURNYA TRADISI BUDAYA
“OTONAN” DIKALANGAN REMAJA HINDU PADA ERA MODERN
L.G.DWI KARYANI
Universitas Pendidikan Ganesha, Jl.Udayana 11 Singaraja
e-mail: dwikaryani30@yahoo.com
Abstract: The erosion of Cultural Traditions "otonan" among Hindu Youth
in Modern Era. This
study aims to sensitize the public, especially among young people about the
tradition of Hindu culture itself is increasingly fading. There are several
factors that lead to cultural traditions "otonan" fading namely (1)
the entry of foreign cultures such as birthdays, (2) it is difficult to
remember the birthday according to the Hindu as Wuku, (3) mostly commemorate "otonan" until three Otonan; (4 ) lack of awareness to
preserve their own culture. Indonesian young generation should love and
preserve the culture of our country in order to go forward and do not go away.
Key words: Hindu teenager, cultural
traditions "Otonan", birthday
Abstrak
: Lunturnya Tradisi Budaya “Otonan” dikalangan Remaja Hindu
pada Era Modern. Penelitian ini bertujuan menyadarkan
masyarakat khususnya kalangan remaja Hindu mengenai tradisi budayanya sendiri
yang semakin memudar. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tradisi budaya
“Otonan” kian memudar yaitu (1) masuknya budaya luar seperti ulang tahun;(2)
sulit mengingat hari kelahiran menurut Hindu seperti Wuku;(3) kebanyakan hanya memperingati “Otonan” sampai tiga Otonan;(4) kurangnya kesadaran
untuk melestarikan budaya sendiri. Generasi muda Indonesia seharusnya
mencintai
dan menjaga kebudayaan negara kita agar maju dan tidak hilang begitu saja.
Kata-kata
Kunci: tradisi budaya “Otonan”,
remaja Hindu, ulang tahun
Kebudayaan sangat erat hubungannya
dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski (2006)
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits (dalam Koentjaraningrat,
2000) memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain , yang
kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut
Koentjaraningrat (2000), kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,
norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan
artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Soekanto,Soerjono(dalam Koentjaraningrat, 2000) , kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi (2005), kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Komponen utama dari kebudayaan bangsa adalah individunya,
dijalankan oleh bangsa yang telah menganal budaya dan dipertahankan oleh bangsa
yang meneruskan. Generasi muda, merekalah yang berperan sangat penting dalam
melestarikan kebudayaan bangsa, mereka yang menjaga warisan leluhun, dan mereka
yang mempunyai tanggung jawab besar untuk tetap membawa kebanggaan budaya
dimanapun merek berada.
Pada era modern, banyak
tradisi budaya Indonesia yang semakin luntur, hal ini terlihat dari pengetahuan
dan pelaksanaan tradisi budaya pada setiap daerah di Indonesia mengalami
degradasi yang kian memprihatinkan. Budaya pada setiap daerah merupakan aset
yang tidak ternilai sekaligus sebagai identitas nasional bangsa Indonesia. Era
globalisasi memiliki dampak yang luar biasa terhadap nilai-nilai kebudayaan dan
pola prilaku masyarakat Indonesia. Dampak negatif dari era globalisasi
cenderung lebih dominan daripada dampak positif yang dihasilkan dari era
globalisasi ini. Remaja saat ini cenderung tidak suka dengan budayanya sendiri,
mereka menganggap bahwa budayanya sangat kuno dan penuh dengan peraturan
didalamnya. Prilaku remaja yang demikian akan mengakibatkan kebudayaan bangsa
ini luntur bahkan kemungkinan terburuk adalah budaya bangsa ini akan menghilang
atau diadopsi oleh negara lain.
Kaum remaja lebih
menyukai budaya asing karena budaya asing yang mereka ketahui sangat simple dan tidak terikat oleh banyak
peraturan atau bisa dikatakan bebas. Kini Indonesia mengalami krisis budaya
yang disebabkan kebudayaan Indonesia dibiarkan begitu saja dan tidak terawat.
Lunturnya kebudayaan di Indonesia sangat terasa.
PEMBAHASAN
Bali
merupakan pulau yang terkenal hingga ke penjuru dunia dan menyandang banyak
sebutan, tak heran jika Bali menjadi salah satu tujuan wisata dunia, bukan
hanya dari segi keindahan namun juga dari segi kebudayaan yang masih terasa. Masyarakat Indonesia sebelum
dipengaruhi dunia barat, mereka sudah mengenal perayaan hari ulang tahun dan
dikenal dengan berbagai istilah, salah satunya“selametan” yang dikenal di Jawa.
Dalam tradisi Hindu Bali, selametan untuk hari ulang tahun disebut “otonan”.
Bali
yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu, memiliki sejumlah tradisi unik,
salah satunya adalah Otonan. Otonan berasal dari kata
“wetu” yang berarti lahir. Kemudian kata ini menjadi “pawetuan” yang berarti
kelahiran. Kata pawetuan berubah menjadi kata “paweton”, dan akhirnya
menjadi kata oton atau otonan yang bermakna hari kelahiran.
Otonan ada juga
menyebutnya “palekadan” yang juga bermakna hari kelahiran. Perubahan kata wetu
menjadi oton/otonan, sama halnya dengan kata “keratuan” menjadi “Kraton”.
Otonan merupakan
peringatan hari kelahiran bagi umat Hindu berdasarkan satu tahun Wuku, yakni
enam bulan kali 35 hari atau setara dengan 210 hari. Jatuhnya otonan akan sama dengan Sapta Wara,Panca
Wara dan Wuku yang sama dalam arti otonan
akan diperingati pada hari yang sama dan datangnya setiap enam bulan sekali.
Otonan diperingati
sebagai hari kelahiran dengan melaksanakan upakara yadnya kecil dan biasanya
dipimpin oleh orang yang dituakan atau bila upakaranya lebih besar dipuput oleh
pemangku (Pinandita). Upacara Otonan dilaksanakan pertama kali saat
bayi berusia 210 hari. Makna Otonan adalah sebagai perwujudan rasa syukur karena masih diberkati
umur panjang oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap upacara agama memiliki tujuan
tertentu, begitu pula upacara Otonan memiliki
tujuan sebagai berikut:
1.Memeringati kelahiran seseorang, sehingga yang bersangkutan
mengetahui hari kelahirannya dan juga mengetahui umur berdasarkan kelahiran
menurut Hindu.
2.Guna menyucikan diri seseorang, dengan upacara Otonan yang bersangkutan akan
melaksanakan upacara penyucian berupa “Byakala” atau “Prayascitta” yang dimaksudkan
untuk menyucikan diri, melenyapkan kotoran batin, menjauhkan diri dari gangguan
Bhutakala (makhluk gaib yang suka
mengganggu umat manusia), dengan demikian pikirannya menjadi tenang.
3. Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, para leluhur,
kedua orang tua dan kerabat terdekat.Dalam pelaksanaan upacara setelah yang
bersangkutan menyucikan diri secara jasmaniah, dengan berkeramas dan mandi,
mengenakan busana yang bersih, dilanjutkan dengan upacara “Byakala” atau
“Prayascitta”, maka dilanjutkan dengan upacara persembahyangan bersama keluarga
di Pamrajan atau tempat pemujaan keluarga.
4. Mensyukuri (Santosa) wara nugraha atau karunia Sang Hyang
Widhi atas kesempatan yang dianugrahkan untuk menjelma menjadi umat manusia dan
puji syukur atas dianugrahkannya umur yang panjang serta makanan yang berlimpah
yang dilaksanakan berupa “ngayab” banten Otonan
yang diakhiri dengan menikmati banten yang telah dipersembahkan maupun banten Otonan yang telah “diayab” oleh orang bersangkutan.
Sehingga tujuan pelaksanaan upacara Otonan
patut dilaksanakan oleh setiap umat Hindu, dengan demikian hidup seseorang akan
penuh makna untuk memperbaiki diri, menikmati kesejahteraan dan kebahagiaan.
Tradisi budaya
yang begitu religius ini kini mulai memudar seiring dengan perkembangan zaman.
Banyak masyarakat khususnya umat Hindu yang mulai tidak peduli dengan
peringatan hari kelahiran menurut agama yang dianutnya. Hal ini terjadi akibat
perkembangan zaman yang begitu pesat. Budaya luar atau asing yang masuk ke
daerah-daerah di tanah air semakin menggerus kebudayaan dan tradisi lokal yang
ada dan telah diwariskan secara turun temurun.
Orang tua kini semakin acuh dengan tradisi Otonan ini, padahal tradisi ini memiliki
makna yang sangat penting untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Orang tua yang
semakin acuh adalah penyebab lunturnya tradisi Otonan mengapa demikian , jika orang tua saja sudah acuh terhadap
tradisi ini bagaimana mungkin generasi berikutnya akan peduli dengan tradisi
yang dimiliki secara turun temurun.
Banyak
masyarakat khususnya umat Hindu yang enggan melaksanakan otonan ini karena
beberapa faktor yaitu masuknya budaya luar seperti ulang tahun,yang
dimaksudkan disini adalah ulang tahun kini lebih cenderung dilaksanakan
daripada tradisi Otonan.
Banyak yang menganggap bahwa tradisi Otonan sangat kuno dan banyak aturan
yang harus diikuti dalam prosedur pelaksanaannya. Ulang tahun dianggap sangat
sesuai untuk memeringati hari kelahirannya karena ulang tahun sangat sesuai
dengan perkembangan zaman di era modern.
Peringatan hari
kelahiran yang meriah menjadi idaman bagi remaja saat ini bahkan jika ulang
tahunnya tidak dilaksanakan banyak remaja Hindu yang melakukan pemberontakan
terhadap orang tuanya sedangkan jika Otonan
tidak dilaksanakan mereka akan bersikap biasa saja, bahkan ada remaja Hindu
yang malu jika melaksanakan Otonan
karena hasutan dari teman sebayanya. Sebagai umat Hindu melaksanakan Otonan adalah hal penting, namun sudah
sebagian besar orang yang malas untuk melaksankannya padahal Otonan tidaklah memerlukan biaya yang
besar dibandingkan dengan ulang tahun.
Jika ditinjau lebih jauh lagi, ulang tahun
merupakan suatu kebudayaan luar khususnya bagi umat kristiani, tapi mengapa
kita sebagai umat non kristiani ikut
menjalankan kebudayaan yang mereka terapkan, sebenarnya masyarakat belum
mengetahui bahwa dalam setiap rangkaian perayaan ulang tahun mulai dari kue
hingga lilin dan lain sebagainya mengandung makna tertentu yang menjurus pada
serangkaian persembahyangan bagi umat kristiani. Sama halnya dengan Otonan yang dalam serangkaian
pelaksanaannya mengandung maksud sesuai dengan penerapan ajaran agama bagi umat
Hindu.
Sungguh mengeherankan
mengapa kebanyakan orang atau remaja Hindu pada khususnya kini lebih memilih
untuk melaksanakan ulang tahun daripada melaksanakan tradisi Otonan yang sudah jelas tradisi ini
merupakan warisan nenek moyang bagi umat Hindu dan mengandung makna yang baik
untuk keselamatan dirinya sendiri.
Sulit
mengingat hari kelahiran menurut Hindu seperti Wuku, dalam arti banyak umat Hindu yang sering lupa mengingat Wuku kelahirannya dan sering lupa dengan
Wuku apa sekarang. Kebanyakan
masyarakat saat ini hanya memperingati “Otonan” sampai tiga otonan, maksudnya disini adalah biasanya kebanyakan umat Hindu
melaksanakan otonannya sampai tiga Otonan
saja tetapi sebagai umat Hindu seharusnya terus mengingat dan melaksankan
otonan tersebut walaupun tidak membuat upakara yang besar setidaknya sebagai
umat Hindu harus selalu mengingat kelahiran sendiri berdasarkan tradisi Hindu,
pelaksanaannya cukup dengan sembahyang dan nunas
tirta agar diberi keselamatan dan kesehatan lahir batin serta ikut dalam
melestarikan tradisi budaya sendiri. Kurangnya kesadaran untuk melestarikan
budaya sendiri, yang dimaksudkan disini adalah masyarakat saat ini kurang
memiliki keinginan atau hasrat untuk melestarikan budayanya sendiri, melaksanakannya sesekali atau
mengingatnya saja masyarakat saat ini sudah enggan.
Penyimpangan terhadap
kebudayaan ini sangat mengkhawatirkan kelangsungan tradisi budaya nusantara
seperti tradisi Otonan.
Hampir sebagian besar
masyarakat sudah mengenal Hari Ulang Tahun yang merupakan perayaan hari
kelahiran berdasarkan penanggalan kalender masehi. Pandangan saya mengenai perayaan hari ulang tahun berdasarkan kalender
masehi hanya bersifat ceremonial dan
hura-hura saja, hanya sedikit bersentuhan dengan nilai-nilai spiritual.
Masyarakat modern
tampaknya lebih senang merayakan hari ulang tahun berdasarkan penanggalan
kalender masehi, padahal perayaan ini berkaitan dengan perayaan keagamaan bagi
penganut Kristen / Nasrani.
Seperti yang kita
ketahui, hari ulang tahun yang dikenal masyarakat dunia dirayakan setiap satu
tahun sekali (366 hari). Sedangkan Otonan
yang dikenal masyarakat Hindu Bali dirayakan 6 bulan sekali (210 hari) yaitu
berdasarkan perhitungan wewaraan dan wuku / pawukon.
Umumnya Otonan diperingati selama seseorang
masih hidup, artinya meskipun seseorang itu sudah tua, tetap saja ia memeringati
Otonan. Namun di beberapa daerah di
Bali, otonan kadangkala hanya dirayakan hingga seseorang sudah dewasa. Misalnya
setelah merayakan Otonan ketika ia
sudah merayakan ritual menek truna (bagi
anak laki-laki) dan menek daha (bagi
anak perempuan).
Ritual menek truna dan menek daha serupa dengan sweet
seventeen yang dirayakan dengan meriah dengan mengundang seluruh keluarga besar
dan teman baik. Kelebihan Otonan dan menek truna serta menek daha disertai dengan upakara yang besar untuk memuja Tuhan.
Demikian juga dalam memeringati
Otonan, umumnya dibuatkan upakara
atau dalam bahasa Indonesia mungkin dapat disetarakan dengan “sesajen”.
Dalam memeringati Otonan ini tujuannya bukan sekedar memeringati
hari kelahiran, melainkan tujuannya untuk pemberkahan bagi atman atau jiwa/roh
agar seseorang selalu mendapat keselamatan dan kesejahteraan. Dalam pelaksanaan
otonan, dilakukan pemujaan terhadap paramaatman
/Tuhan sebagai jiwa setiap makhluk hidup.
Pada era modern seperti
sekarang ini, peringatan Otonan
tampaknya muIai dilupakan terutama di perkotaan, padahal peringatan Otonan jauh lebih sakral daripada hari
ulang tahun ala Kristen. Memeringati Otonan
kadang dianggap kuno daripada memeringati hari ulang tahun. Hal seperti itu
sangat disesalkan. Kenapa kita bangga mengadopsi budaya luar dripada menggunakan
budaya sendiri.
Sesungguhnya budaya masyarakat kita jauh lebih
baik daripada budaya barat yang jauh dari nilai-nilai agama yang kita anut. Ketika
budaya kita diklaim bangsa lain, baru
masyarakat ingat dan sadar bahwa budaya yang dimiliki bangsa ini kaya dan tak
ternilai harganya. Sebelum itu terjadi, mari kita lestarikan budaya sendiri.
Masyarakat menghasilkan suatu kebudayaan melalui proses
sosialisasi. Kebudayaan selalu mengikuti keberadaan masyarakat. Masyarakat dan
kebudayaan memiliki hubungan yang sangat terikat satu sama lain di mana tidak
ada satu pun masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan dan tidak akan
pernah tercipta suatu wujud kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Namun, meskipun
budaya diciptakan oleh masyarakat, budaya tersebut dapat pula mengendalikan
masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat haruslah pandai dalam mengatur arah
gerak dari kebudayaanya.
Kesadaran budaya merupakan sikap positif manusia dalam
menyikapi perbedaan yang ada dalam masyarakat. Kesadaran budaya sangatlah
dibutuhkan dalam mengelola perbedaan budaya yang ada. Hal ini dikarenakan
seringnya perbedaan budaya yang menimbulkan konflik di dalam masyarakat.
Masyarakat terkadang lupa bahwa pada dasarnya setiap masyarakat memiliki pola
dan corak kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Sehingga mereka cenderung
memerlakukan sama pada setiap bentuk kebudayaan.
Padahal budaya itu sendiri terbentuk sesuai dengan corak
masyarakat yang bersangkutan. Sikap semacam inilah yang sering sekali memicu
kesalahpahaman yang berujung konflik etnis. Dengan kesadaran yang diterapkan
oleh anggota masyarakat, maka diharapkan integrasi sosial akan tetap terjaga.
Arus globalisasi dan modernisasi akan memicu unsur-unsur
budaya asing masuk dan bersanding dengan kebudayaan lokal. Hal ini akan
menimbulkan masalah, jika unsur-unsur budaya asing tersebut tidak sesuai dengan
kebudayaan lokal, dan bila masyarakat kurang selektif dalam menerima dan
memakai budaya luar yang tidak sesuai dengan kebudayaan lokal dan kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap kebudayaan yang telah dimilikinya, maka
kebudayaan lokal yang merupakan identitas atau jati diri tersebut lambat laun
akan pudar.
Maka dari itu, kesadaran budaya perlu ditumbuhkan di dalam
benak anggota masyarakat, kesadaran budaya menciptakan masyarakat menerapkan
kearifan lokal dalam menghadapi perubahan zaman khusunya dalam globalisasi dan
modernisasi, tanpa kearifan lokal proses modernisasi tidak akan berjalan dengan
baik karena kearifan budaya lokal menjadi filter dari modernisasi dalam
masyarakat. Sehingga, dengan adanya kesadaran mengenai pentingnya arti
kebudayaan bagi masyarakat maka upaya-upaya pelestarian budaya bukanlah hal
yang sulit untuk dicapai.
Kebudayaan mengisi
dan menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal tersebut jarang
disadari oleh manusia sendiri. Hal tersebut merupakan penjelasan singkat bahwa
walaupun kebudayaan merupakan atribut manusia. Akan tetapi, tidak mungkin
seseorang mengetahui dan meyakini seluruh unsur kebudayaanya.
Betapa sulitnya bagi individu untuk menguasai
seluruh unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat, sehingga seolah-olah
kebudayaan dapat dipelajari secara tepisah dari manusia yang menjadi
pendukungnya.
Pasang surutnya
kebudayaan (culture) sepanjang
sejarah kemanusiaan secara mendasar ditentukan oleh bagaimana kebudayaan itu
dijadikan sebagai kerangka acuan oleh sebuah masyarakat pendukung kebudayaan
tersebut. Akan tetapi melihat realita sekarang ini dengan banyaknya kebudayaan
asing yang masuk ke negeri ini, kebudayaan lokal mulai tergeser oleh kebudayaan
pendatang.
SIMPULAN
Kebudayaan merupakan
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Pada era
modern, kesadaran budaya masyarakat berkurang karena adanya globalisasi. Oleh
karena itu, sebagai agent of change
kita harus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat agar budaya yang baik
akan terpelihara dan tetap lestari sedangkan budaya yang kurang baik bisa
digantikan budaya baru yang lebih baik lagi. Kita sebagai generasi muda
Indonesia seharusnya mencintai dan menjaga kebudayaan negara kita agar maju dan
tidak hilang begitu saja karena tidak adanya partisipasi dari para generasi
muda.
DAFTAR RUJUKAN
Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Soekanto,Soerjono.1996.Sosiologi Suatu
Pengantar.Jakarta:Raja Grafindo.
No comments:
Post a Comment